JK Sebut Johannes Marliem Berkomplot untuk Merampok Bangsa
- VIVA.co.id/johannesmarliem78
VIVA.co.id – Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyebut almarhum saksi kasus mega korupsi e-KTP, Johannes Marliem, sebagai contoh 'diaspora' atau kalangan warga negara Indonesia (WNI) yang pindah untuk hidup di luar negeri, yang justru tidak memberi kontribusi positif untuk bangsa Indonesia.
Johannes, kontraktor proyek e-KTP yang menyediakan teknologi pengenalan sidik jari, meninggal dunia di kediamannya di Los Angeles, Amerika Serikat, awal Agustus lalu.
Nama Johannes sendiri mencuat karena disebut oleh jaksa persidangan kasus e-KTP dalam surat dakwaan terhadap dua tersangka, Irman dan Sugiharto. Johannes, yang banyak berhubungan dengan 'Tim Fatmawati' dalam kasus ini, disebut pernah memberikan uang sebesar US$ 200 ribu serta US$20 ribu kepada Sugiharto.
Ada pun uang itu merupakan sebagian dari keuntungan yang diperoleh Johannes dari keikutsertaan di proyek e-KTP.
JK menyampaikan tindakan seperti itu tak ubahnya bentuk persekongkolan yang memiliki tujuan untuk menyelewengkan keuangan negara atau anggaran proyek e-KTP.
"Barusan kita mendengar berita duka kematian Johannes Marliem. Ternyata dia mempunyai kelompok mau merampok bangsa ini. Merampok keuangan negara ini," ujar JK, berbicara dalam Indonesian Diaspora Global Summit di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 21 Agustus 2017.
JK meminta para diaspora Indonesia yang tergabung dalam Indonesian Diaspora Network, yang merupakan peserta acara, tak melakukan hal serupa yang telah dilakukan Johannes.
JK ingin para diaspora, yang tak jarang memiliki keunggulan, baik dari segi ilmu maupun keterampilan, memberi kontribusi terhadap kemajuan bangsa lewat aktivitasnya di luar negeri. Para diaspora juga diharapkan turut membangun bangsa saat mereka kembali lagi ke Indonesia.
"Jangan diikuti seperti itu. Berkomplot untuk merampok kekayaan negara dengan ilmunya. Ah, bahaya itu. Kita ingin dengan ilmu, Anda membangun bangsa ini sebaik-baiknya," ujar JK.