Pria Tanam Ganja untuk Obati Istrinya Bakal Divonis Hari Ini

Ilustrasi sidang di pengadilan.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Fidelis Ari Sidarwoto, seorang warga Kalimantan Barat yang ditangkap lantaran diduga menanam ganja di halaman rumahnya, akan menjalani sidang putusan, Rabu, 2 Agustus 2017.

Analis Kebijakan Narkotika LBH Masyarakat Yohan Miserom berharap, putusan yang akan dijatuhkan majelis hakim kepada Fidelis nanti dapat mengembalikan dia ke kedua anaknya yang juga telah kehilangan ibunya, Yeni Riawati.

Fidelis diproses hukum karena menanam ganja yang ia olah sendiri untuk mengobati penyakit langka yang diderita almarhum istrinya, Yeni. Fidelis, menurut Yohan, dengan niat yang sangat baik berkonsultasi dengan pihak Badan Narkotika Nasional untuk mencari solusi atas upayanya tersebut. Namun, direspons dengan menegakkan hukum positif oleh BNN. 

Respons BNN tersebut menghentikan suplai obat yang dibutuhkan Yeni hingga akhirnya ia meninggal dunia. “Amat disayangkan bahwa sebuah peristiwa yang semata-mata wujud usaha seorang manusia mempertahankan keluarganya harus diproses hukum sejauh ini,” kata Yohan dalam keterangan pers, Selasa, 1 Agustus 2017.

Namun Yohan mengapresiasi Kejaksaan yang menuntut jauh lebih kecil dari pidana minimum pasal yang didakwakan. Fidelis dituntut 5 bulan penjara dan denda 800 juta rupiah subsider 1 bulan penjara. Jaksa menuntut Fidelis dengan Pasal 111 ayat 2 UU Narkotika yang memiliki pidana minimum 5 tahun penjara. “Sekarang harapan masyarakat akan keadilan untuk Fidelis ada di pundak majelis hakim," ujarnya. 

Untuk persoalan narkotika, Yohan mengemukakan, Mahkamah Agung telah mengeluarkan setidaknya tiga surat edaran. Dua di antara surat edaran tersebut menyebutkan, hakim dapat memutus di bawah pidana minimum ketika menemukan seorang pemakai narkotika dikenakan pasal lain di luar Pasal 127.

Meski belum ada surat edaran spesifik untuk kasus yang menimpa Fidelis, menurut dia, surat edaran tersebut menunjukkan bahwa Mahkamah Agung melihat problem dalam penegakan hukum narkotika, serta membuka ruang kemanusiaan bagi hakim untuk menembus pidana umum yang ditentukan undang-undang. 

“Hukum tidak hanya soal kepastian, namun juga soal kebermanfaatan dan keadilan. Kami berharap aspek keadilan tidak dilupakan oleh majelis hakim ketika memutus kasus ini," kata Yohan. (ase)