Napi di Sulsel Kendalikan Penyelundupan 3 Ton Bom Ikan
- VIVA.co.id/Yasir (Makassar)
VIVA.co.id – Aparat gabungan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) berhasil menggagalkan upaya penyelundupan bahan peledak atau bom ikan. Total ada tiga ton bom ikan yang disita sebagai barang bukti dari 15 tersangka yang sebelumnya telah diamankan.
Bahan peledak yang diamankan berupa amonium nitrat yang dikemas dalam 121 sak serta sejumlah karung. Turut ditemukan 1.229 butir detonator pemicu ledak dari tangan para pelaku. Bom rakitan siap pakai berbentuk botol juga disita.
Pada keterangan persnya, Kepala Polda Sulsel Irjen Muktiono, Senin, 24 Juli 2017, mengungkapkan para pelaku dibekuk dari empat lokasi berbeda. Tiga pelaku di antaranya diamankan di Kabupaten Pangkep, satu lainnya di Kabupaten Bone. Sebagian di antaranya berperan sebagai penjual maupun pengguna barang.
“Pelaku notabene merupakan nelayan yang tidak berpikir jauh ke depan. Mereka tidak hanya merusak keindahan bawah laut, tapi juga merusak dan mematikan biota,” kata Muktiono di Kabupaten Pangkep.
Dikendalikan Napi
Muktiono membeberkan, berdasarkan keterangan pelaku, diketahui aktivitas kelompok penyelundup bom ikan ini dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) oleh seorang narapidana bernama Arfah. Arfah sendiri kini masih menghuni Lapas Bollangi, di Kabupaten Gowa terkait kasus penyalahgunaan narkotika.
“Sejauh ini kasus masih dikembangkan, dengan memasukkan satu lagi pemasok sebagai DPO (daftar pencarian orang),” ujar Muktiono.
Di kesempatan yang sama, Kapolres Pangkep AKBP Edy Kurniawan menyebut, bahan peledak didapatkan pelaku dari Malaysia. Barang dibawa ke Sulawesi melalui jalur laut dengan kapal kecil berkapasitas 7 GT. Selama 16 hari perjalanan, bahan peledak itu diupayakan pelaku masuk ke wilayah Sulsel.
“Dibeli dari Malaysia, harga Rp500 ribu, dijual di sini (Sulsel) senilai Rp2,5 juta hingga Rp3 juta,” ungkap Edy Kurniawan.
Menurutnya, jaringan pelaku diduga telah bekerja sejak pertengahan 2016 lalu. Diperkirakan, aktivitas jual-beli bahan peledak hingga ke Malaysia sudah dilakukan sekitar empat kali.
Jaringan ini juga berkaitan dengan temuan 500 butir detonator yang ditemukan di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Juni lalu.
Ia menyebut, para pelaku diancam dengan dua pasal. Peredaran pupuk ilegal dijerat dengan Pasal 60 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman, dengan ancaman lima tahun penjara.
Sedangkan kepemilikan detonator berkaitan Pasal 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun. (ase)