Densus Antikorupsi Dibentuk Polri, Buat Apa?

Ilustrasi/Perlawanan terhadap isu korupsi di Indonesia
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Kepolisian Republik Indonesia segera memfungsikan Detasemen Khusus (Densus) Anti-Tindak Pidana Korupsi dalam waktu dekat. Saat ini sejumlah infratstruktur pendukung pun telah disiapkan, termasuk markas buat personel Densus.

"Kita sudah menyiapkan gedungnya, yaitu gedung eks Polda Metro Jaya," ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian di DPR, Senin 17 Juli 2017.

Menurut Tito, Densus Antikorupsi ini telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung terkait pembentukannya. Kedua lembaga ini bahkan telah berencana membuat satuan kerja bersama untuk penanganan korupsi.

"Sehingga semua koordinasi akan dilakukan jauh lebih mudah. Perkara tidak perlu bolak balik," ujar Tito.

Ide Siapa?
Tiga tahun silam, wacana pembentukan Densus Antikorupsi ini pernah muncul di kala Polri di bawah Jenderal Sutarman.

Namun, wacana ini kemudian dianggap tak relevan lantaran Polri sejatinya telah memiliki lembaga khusus yang menangani perkara korupsi yakni Direktorat Tindak Pidana Korupsi.

"Lembaga yang sudah ada itu, kita tingkatkan kemampuan personelnya, kemampuan alat teknologinya dan kemampuan anggarannya," kata Kapolri Jenderal Sutarman pada Selasa, 11 November 2013.

Saat itu juga, Sutarman menyebutkan bahwa Polri telah memiliki anggaran khusus untuk penanganan kasus-kasus korupsi dan telah diserahkan ke polda dan polres seluruh Indonesia. (Baca: Kapolri: Densus Anti-Korupsi Tidak Perlu)

FOTO: Kapolri Jenderal Sutarman

 

Di tahun yang sama, DPR bahkan juga menyuarakan penolakannya untuk pembentukan Densus Antikorupsi. Dasar yang diambil oleh DPR bahwa tugas penanganan korupsi sudah menjadi kewenangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Selama ini polri memang agak ketinggalan beberapa langkah, tetapi sudah ada KPK, dan saya memandang belum perlu (pembentukan densus antikorupsi)," kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, Rabu, 30 Oktober 2013.

Sebaiknya, kata Priyo, mabes polri fokus pada densus anti teror dan narkoba. Sehingga, dalam kasus-kasus teror dan narkoba, polri semakin kuat. "Karena KPK sudah cukup melakukan itu (pemberantasan korupsi) dengan segala prestasinya," ujar Priyo. (Baca: DPR: Polri Tak Perlu Bentuk Densus Antikorupsi)

Karena itu, diakui pembentukan Densus Antikorupsi di bawah kepemimpinan Tito Karnavian terbilang cukup mengejutkan. Meski memang ada beberapa bahasan mengenai bermunculan.

Dan hal yang mengejutkan adalah, bahwa Tito ketika diajukan menjadi calon Kapolri pada Mei 2016, dalam presentasinya ke Komisi III DPR ternyata sangat minim perhatian akan kasus korupsi.

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) ini lebih mengutamakan isu terkait narkoba dan terorisme.

Laporan VIVA.co.id, saat penyampaian visi dan misinya di hadapan Komisi III DPR, Tito hanya memaparkan secuil isu pemberantasan korupsi.

Diantaranya terkait reformasi di tubuh Polri. Reformasi tersebut memang meliputi membudayakan perilaku anti korupsi melalui revolusi mental, hanya saja, Tito tidak menjelaskan bagaimana aksi pencegahan korupsi secara umum di luar institusi Polri.

"Reformasi Polri meliputi konsistensi pembinaan karier berdasarkan rekam jejak, rekrutmen dengan prinsip bersih transparan akuntabel dan humanis, sistem seleksi yang lebih efisien, membudayakan perilaku antikorupsi melalui revolusi mental," kata Tito, Kamis, 23 Mei 2016.

Kata Tito saat itu, dirinya akan membentuk tim internal antikorupsi dengan mengoptimalkan pembentukan zona integritas, sistem pelaporan harta kekayaan anggota Polri ke pengawas internal Polri. (Baca: Visi Misi Calon Kapolri Minim Isu Pemberantasan Korupsi)

Penyusunan perkap tentang pembelian barang mewah, dan mengoptimalkan whistle blower system, dan  peraturan mengenai bisnis anggota Polri.

Tito juga menjanjikan penegakan hukum yang lebih profesional dan berkeadilan. Tetapi, lagi-lagi Tito tidak menyasar secara khusus penanganan dan pemberantasan korupsi yang lebih luas. Padahal, korupsi juga menjadi salah satu kejahatan luar biasa.

"Menghilangkan pungutan liar, pemerasan, dan makelar kasus dalam proses penyidikan," ujar Tito. (ren)