Meski Sakit Jiwa Pembunuh Satu Keluarga Akan Dieksekusi Mati
- VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA.co.id – Di luar perkara narkotika, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur kini tengah menanti waktu untuk mengeksekusi dua terpidana mati dalam perkara pembunuhan yang terjadi puluhan tahun silam. Satu terpidana masih mengajukan Peninjauan Kembali (PK), satu lagi tinggal menunggu jadwal pelaksanaan eksekusi.
Dua terpidana mati itu ialah AS (49 tahun), terpidana mati dalam perkara pembunuhan korban tiga orang satu keluarga di Kecamatan Tandes, Surabaya, pada 1997. Pada Kamis, 13 Juli 2017, dia mengajukan PK ke Mahkamah Agung setelah 20 tahun mendekam di dalam penjara dalam bayang-bayang eksekusi mati.
Satu terpidana mati lainnya ialah S alias Sug. Tindakannya pada 1995 membuat satu keluarga, suami-istri dan dua anaknya yang tinggal di Jalan Jojoran, Surabaya, Jawa Timur, meregang nyawa. Hingga PK di Mahkamah Agung, ia tetap diputus hukuman mati. Grasinya juga ditolak Presiden Joko Widodo pada 2016.
Kepala Kejati Jatim, Maruli Hutagalung, menerima laporan soal PK yang diajukan terpidana mati AS. "Saya minta Pidana Umum mengkaji PK itu," katanya di kantor Kejati Jatim. Soal Sug dia meminta awak media bertanya kepada Asisten Pidana Umum, Tjahjo Aditomo.
Tjahjo memaparkan, eksekusi AS menunggu hingga semua upaya hukum yang dilakukannya dilalui. Setelah PK, AS masih diberi waktu untuk mengajukan permohonan ampunan atau grasi kepada Presiden. "Semua terpidana mati diberi waktu melakukan semua upaya yang disediakan oleh aturan perundang-undangan," ujarnya.
Adapun untuk terpidana mati Sug, menurut Tjahjo, semua upaya hukum telah dilalui. Upaya terakhir, yakni grasi, ditolak oleh Presiden Jokowi pada 2016. Sug tetap harus menjalani eksekusi mati. Tetapi, Tjahjo menjelaskan, belakangan penyakit kejiwaan Sug kambuh-kambuhan.
"Kami lakukan pemeriksaan kejiwaan berkala kepada yang bersangkutan," kata Tjahjo.
Hal yang perlu ditegaskan, lanjut dia, sakit jiwa yang dialami terpidana mati tidak menghalangi eksekusi. "Eksekusi sudah diajukan ke Kejagung. Tinggal menunggu perintah pelaksanaan," katanya.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Surabaya, Didik Adyotomo, menerangkan bahwa tanggung jawab atau akibat hukum tercerabut atas seseorang apabila dia terbukti mengalami sakit jiwa saat melakukan tindakan pidana.
"Kalau sakit jiwa karena menjalani hukuman, itu tidak menghalangi eksekusi," katanya.