Masjid Tua Berlatar Danau Maninjau Saksi Bisu Perang Padri

Masjid Syekh Amarullah dengan latar belakang Danau Maninjau Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andri Mardiansyah

VIVA.co.id - Terletak di Jorong Nagari, Nagari Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, berdiri kokoh sebuah bangunan masjid yang dikelilingi pemandangan hamparan sawah dan Danau Maninjau. Masjid itu bernama Masjid Syekh Amarullah.

Awal dibangun pada abad ke-18, Masjid Syekh Amarullah masih beratap ijuk sederhana. Namun karena perkembangan zaman, kini diganti dengan atap seng. Pada masa perang Padri, selain dimanfaatkan sebagai tempat beribadah, Masjid Syekh Amarullah juga digunakan tempat latihan bela diri untuk menghadapi Belanda pada masa itu. Perang Padri mulanya perang saudara yang kemudian menjadi perang melawan Belanda di Sumatera Barat pada 1803-1838.

Walau terus direnovasi, kondisi Masjid Syekh Amarullah tetap seperti semula dan tidak ada perubahan dari bentuk struktur bangunan. Masjid Syekh Amarullah pun masih digunakan sebagai tempat pengembangan ajaran Islam di Sungai Batang.

Makam Syekh Amarullah, tokoh ulama penyebar Islam pada abad 18, di Kabupaten Agam, Sumatera Barat (VIVA.co.id/Andri Mardiansyah)

Pada bagian sisi timur masjid itu, terdapat sebuah makam yang tak lain adalah makam Syekh Amarullah, yang juga dikenal dengan sebutan Syekh Pariaman dan Inyiak Kaluak. 

Syekh Amrullah (lahir pada 4 September 1840 dan wafat pada tahun 1909) adalah kakek Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka. Syekh Amrullah merupakan putra Tuanku Abdullah Saleh, seorang tokoh ulama sufi terkemuka pada masa itu. 

Sejak usia dini, Syekh Amrullah selalu diajarkan oleh ayahnya ilmu agama Islam agar dapat meneruskan ajaran dan penyebaran Islam masa itu. Pada tahun 1853, Syekh Amrullah dibawa sang ayah menemui kakeknya, yakni Tuanku Nan Tuo Ampek Koto, di kawasan Ampek Koto. Di sana ia ditemani Syekh Tuanku Sutan kembali digembleng ilmu Islam.

Setelah menimba ilmu agama dan menerima ijazah dari neneknya sekira tahun 1864, Syekh Amrullah lantas pulang ke kampung halamannya. Kala itu, berdasarkan kesepakatan tokoh adat setempat, Syekh Amrullah kemudian diberi gelar Tuanku Kisa'i. Konon, gelar itu disematkan karena Syekh Amrullah hafal Alquran. Al Kisa'i adalah nama seorang ahli qiraat Alquran yang terkenal.

Tak lama menerima gelar Tuanku Kisa'i, Syekh Amrullah kemudian ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan belajar agama dengan sejumlah ulama ternama. Merasa ilmu agamanya sudah cukup, Syekh Amrullah pulang kampung dan mengajarkan serta mengembangkan ajaran Islam di di Sumatera Barat. Kala itu, Syekh Amrullah adalah sosok ulama yang sangat dihormati muridnya dan masyarakat Minangkabau.

Anak tangga menuju makam Syekh Amarullah, tokoh ulama penyebar Islam pada abad 18, di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. (VIVA.co.id/Andri Mardiansyah)

Faisal Imam Sinaro, Imam Besar Masjid Syekh Amrullah, mengatakan bahwa sejak awal berdiri hingga kini, struktur bangunan sudah beberapa kali direnovasi, karena sejumlah komponen bangunan yang sudah tua dan rapuh. Pugaran terakhir pada tahun 2005.

Di samping tempat ibadah dan menimba ilmu agama Islam, Masjid Syekh Amrullah terkadang juga disinggahi pengunjung dari luar Kabupaten Agam. Selain bertujuan beribadah, pengunjung juga menikmati suasana lingkungan masjid yang asri.

"Lingkungan Masjid Syekh Amrullah ini berada di area persawahan warga dan Danau Maninjau. Pemandangan yang indah dan sejuk, juga menjadikan masjid ini salah satu tujuan wisata," kata Faisal ketika ditemui pada Jumat, 2 Juni 2017.

Lokasi Masjid Syekh Amrullah dapat dicapai dari beberapa arah, di antaranya, Kota Padang via jalur Tiku dan Bukittinggi via Padang Luar. Jika Anda berangkat dari Kota Padang, waktu tempuh kisaran tiga jam perjalanan darat, dan dari Bukittinggi sekira 1,5 jam.

Di sepanjang jalan menjelang tiba di lokasi Masjid Syekh Amrullah, pengunjung akan disuguhi pemandangan indah Danau Maninjau dan kelok 44, area sawah dan danau membentang luas.