Eks Teroris Sebut Ideologi Terorisme Instan
- VIVA.co.id/Irwandi Arsyad
VIVA.co.id – Mantan terpidana kasus terorisme, Sofyan Tsauri, mengatakan, salah satu penyebab semakin bertambahnya gerakan radikal di Indonesia, disebabkan adanya dugaan kehausan ingin belajar ilmu agama.
Namun menurutnya, cara belajar agama tersebut tidak tepat dan terlalu instan, tanpa harus belajar lama. Sofyan menilai kajian agama secara instan ini merupakan sebuah tindakan yang tidak tepat sehingga melahirkan pendalaman agama yang instan pula.
“Ada fenomena kesalehan namun ingin belajar secara instan," ujar Sofyan saat diskusi 'membedah revisi UU anti terorisme' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 3 Juni 2017.
Sofyan mencontohkan, pembelajaran agama yang dilakukan itu sangat berbeda dengan ormas Islam terbesar di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah. Dia menilai, NU dalam memberikan ilmu-ilmu agama lebih tepat dan wawasannya luas sehingga masyarakat betul-betul mengerti dan paham.
"NU yang selalu memberikan berbagai wawasan dan kita disuruh memilih jawaban dari pertanyaan lebih suka yang mana. Ini agak kurang di suka sama masyarakat-masyarakat kosmopolitan yang cenderung sukanya belajar instan," ujarnya.
Sofyan menuturkan, ideologi terorisme cenderung lebih instan. Para mentor di dalam kelompok terorisme akan dinilai sebagai ulama sehingga bisa menjadi cikal bakal pemahaman radikal.
Selain itu, menurutnya, terorisme merupakan komunitas. Para kelompok terorisme akan saling menguatkan antara satu sama lain. Walau di antara mereka ada yang punya niat untuk sadar namun mereka takut dikafirkan.
"Ideologi-ideologi teroris cenderung instan dan tegas. Para mentor ini di-assesment ulang karena ini bakal menjadi cikal bakal (pemahaman radikal)," ucap Sofyan.