150 Perusahaan Nunggak Iuran BPH Migas
- Istimewa
VIVA.co.id – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengungkapkan, ada sekitar 150 Badan Usaha Migas yang menunggak bayar iuran BPH Migas yang tergolong pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tiap tahunnya, iuran BPH Migas mencapai Rp1,2 triliun yang diperoleh dari badan usaha yang bergerak di bidang migas.
Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa mengatakan, dalam 5 tahun terakhir capaian penerimaan negara dari iuran BPH Migas cenderung tinggi, bahkan selalu melebihi target. Dia mencontohkan, jika target satu tahun sebesar Rp600 miliar, BPH kadang mencapai Rp900 miliar, atau target Rp900 miliar, tercapai Rp1,2 triliun.
"Terakhir kita capai Rp1,2 triliun. Cuma kita masih ada 150-an badan usaha yang belum bayar nih. Termasuk satu BUMN, saya enggak mau sebut, itu temuan dari Irjen (ESDM) sampai Rp300 miliar loh yang belum bayar," kata Fanshurullah di sela acara buka puasa bersama di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat 2 Juni 2017.
Dalam pertemuan tertutup yang digelar dengan Menteri ESDM, Ignasius Jonan hari ini, Fanshurullah mengungkapkan bahwa Jonan meminta iuran itu untuk dapat terus ditingkatkan demi kepentingan penerimaan negara. Untuk itu, Fanshurullah mengimbau sejumlah badan usaha untuk segera melunasi iuran BPH Migas untuk kepentingan negara.
Jika tidak, kata dia, Izin Niaga dan Izin Pengangkutan Badan Usaha yang bersangkutan bisa dicabut sesuai amanah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2006 tentang Besaran dan Penggunaan Iuran Badan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa.
"Iya, sampai begitu ancaman setelahnya. Karena PP 1 kan dibahas tuh revisinya. Nanti dipanggil, kasih peringatan. Istilahnya, jelas lah, izin niaga, izin pengangkutannya (akan) dicabut," katanya.
Lebih lanjut, Ia mengatakan, temuan sebanyak 150 perusahaan itu berhasil diungkap oleh Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM. Dimana, ada badan usaha yang curang melaporkan volume energi yang dijualnya tidak sesuai dengan fakta.
"Kita ingin badan usaha memberikan volume yang betul-betul oke dan sesuai. Tapin Irjen punya data di hulu kan, ternyata enggak sesuai. Pokoknya ada satu BUMN lah yang gede (nunggaknya)," ujar dia.