Jamu Kuat Ilegal 'Tarzan X' Beredar di Surabaya
- VIVA/Nur Faishal
VIVA.co.id – Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya mengungkap kasus peredaran jamu tradisional ilegal yang beredar di Surabaya, Jawa Timur. Ada beberapa jenis jamu yang diamankan, di antaranya jamu kuat bermerek Tarzan X.
Kasus ini terungkap kala Satuan Tugas Pangan Polrestabes Surabaya melakukan razia pangan di kawasan Jalan Demak, Surabaya, Jawa Timur, menjelang Ramadan dan Idul Fitri. Petugas mendapati sebuah warung yang menjual jamu-jamu tradisional. Setelah diperiksa, jamu bermacam jenis itu ilegal.
Dalam kemasan, jamu racikan itu ditulia berkhasiat macam-macam. Di antaranya untuk menghilangkan capek, obat kuat, melancarkan buang air kecil dan lain-lain itu. Ada juga jamu berkemasan botol dengan merek Tarzan X. Jamu itu berkhasiat untuk aktivitas seksual.
Pemilik warung, Maryanto, warga Jalan Demak Surabaya, kepada polisi mengaku membeli jamu-jamu tradisional itu dari Lilik Sunarti (57 tahun), warga Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Maryanto memesan jamu produksi rumahan itu melalui sebuah sales lalu dijual lagi.
Polisi pun menelusuri dan menggerebek home industri milik Lilik di Dusun Krajan, Kecamatan Kabat, Banyuwangi. "Jamu-jamu tersebut tanpa izin edar," kata Kepala Satreskrim Polrestabes Surabaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Shinto Silitonga, kepada wartawan di Surabaya, Jawa Timur, pada Senin, 29 Mei 2017.
Lilik sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kepada penyidik dia mengaku belajar meracik jamu kepada kakaknya, yang pernah dipenjara dalam perkara sama. "Jamu racikan tersangka diedarkan ke sejumlah daerah, termasuk di Surabaya," terang Shinto.
Bahan racikan jamu Lilik, papar Shinto, di antaranya, daun kumis kucing, sentok (kulit pohon), jahe, cabe, dan gula merah. Semua bahan dimasukkan ke dalam air lalu direbus. Setelah itu, dikemas dalam botol yang sudah diberi label atau merek.
Kepada pemesan, jamu dijual Lilik separuh lebih murah dari harga di pasaran. Untuk jamu Tarzan X, misalnya, tersangka menjual ke pedagang Rp7.500 per botol. Kemudian dijual pedagang eceran Rp13 ribu per botol.
"Kalau racikannya tidak sesuai prosedur, bisa merusak kesehatan. Apalagi di dalamnya juga kami temukan kandungan kimia," ujar Shinto.
Kini, Lilik harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Dia disangka melanggar mengedarkan pangan tanpa izin edar. Tersangka akan dijerat Pasal 196 dan atau Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang kesehatan.