Api Dalam Sekam di Pilkada DKI

Ilustrasi surat suara PIlada DKI putaran dua.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Sejak genderang Pilkada diluncurkan untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur di Jakarta, tensi politik langsung terasa meninggi di Ibu Kota.

Beragam kejadian kontroversial tak lepas dari ketegangan politik Pilkada DKI pun bermunculan seiring waktu. Sehingga maklum kemudian banyak yang berharap, agar Pilkada ini segera berlalu.

Biar semua bisa kembali normal dan menikmati setiap hasil pembangunan dan hidup tanpa harus terbebani dengan tekanan politik selama Pilkada.

Ya, Pilkada DKI telah menjadi indikator segala hal terutama kualitas demokrasi yang menjadi dasar Indonesia. Untuk itu, suksesnya Pilkada ini menjadi tolok ukur penting kedewasaan orang Indonesia memilih dan menentukan hak pilihnya.

FOTO: iring-iringan kendaraan militer untuk pengamanan Pilkada DKI 2017 putaran dua

Medio Februari lalu, pemungutan suara di putaran pertama dengan tiga pasang calon yakni, Agus-Sylviana, Ahok-Djarot dan Anies-Sandi, dilaporkan menunjukkan hasil yang cukup baik bagi sebuah pesta demokrasi.

Tercatat, ada 75,75 persen warga dari total pemilih 7,10 juta ikut menyumbangkan hak suaranya. Disebut lebih baik karena pada lima tahun sebelumnya partisipasi pemilih di Pemilihan Gubernur hanya 64,6 persen.

Kemudian dari laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), tercatat ada 83 pelanggaran saat pemungutan suara pada 15 Februari. Ragamnya seperti, penggunaan C6 milik orang lain, dua kali coblos, penggunaan form A5 yang bukan diterbitkan KPU, dan adanya indikasi mobilisasi massa masuk dalam daftar pemilih tambahan.

Dari sisi hasil perolehan suara putaran pertama, KPU DKI Jakarta mencatat pasangan Ahok-Djarot menjadi pemenang perolehan suara dengan total 2,36 juta suara, lalu disusul pasangan Anies-Sandiaga dengan total 2,19 suara dan terakhir pasangan Agus-Sylviana sebanyak 937.955 suara.

Lalu bagaimana dengan putaran kedua kali ini?

Secara umum, gelaran putaran kedua pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta, memang masih terasa bak api dalam sekam. Ia tetap menghangat dan bahkan mungkin menemui puncaknya ketika perolehan hasil resmi ini diumumkan oleh KPU.

Diakui memang ada beberapa perubahan dari penyelenggaraan Pilkada DKI putaran dua. Pertama, soal pasangan calon. Secara otomatis, lantaran pasangan Agus-Sylviana tak memperoleh suara signifikan, maka putaran kedua ini hanya menempatkan Ahok-Djarot dan Anies-Sandiaga untuk dipilih oleh warga Jakarta.

Dengan posisi ini, maka jika merujuk ke pemungutan suara sebelumnya, ada 937.955 suara milik pasangan Agus-Sylviana yang berpotensi menyebar ke kubu Ahok-Djarot atau pun Anies-Sandiaga.

Perubahan berikutnya adalah jumlah Daftar Pemilih Tetap. Putaran pertama, KPU menuliskan bahwa ada 7.108.589 pemilih. Dengan rincian 3.561.690 pemilih laki-laki dan 3.546.899 pemilih perempuan. Lalu dari jumlah itu juga ada, 199.840 pemilih pemula dan sebanyak 5.371 adalah pemilih difabel.

Dari total itu kemudian tercatat ada 5.564.313 warga yang menggunakan hak pilihnya atau ada 75,75 persen warga berpartisipasi.

Lalu bagaimana putaran kedua? Dari pembaharuan data KPU, jumlah DPT untuk pemungutan suara pada 19 April 2017 ini mengalami perubahan. Jika sebelumnya ada 7,10 juta maka jumlah DPT putaran kedua menjadi 7,21 juta.

Dengan rincian, laki-laki 3.610.079 pemilih dan perempuan 3.608.201 pemilih. Serta jumlah pemilih pemula sebanyak 21.623 dan 5.029 pemilih difabel.

Ya, apa pun itu, Pilkada DKI memang terlanjur menjadi sorotan. Proses demokrasi dalam Pilkada di Ibu Kota negara ini menjadi rujukan bagi daerah lain.

Dengan jumlah pemilihnya yang luar biasa dan tingkat keberagaman pemilihnya, Jakarta patut menjadi contoh.

Tinggal lagi bagaimana memadamkan api dalam sekam yang kini muncul di tingkatan warga. Penekanan bahwa Pilkada adalah sebuah proses politik, dan siapa pun yang terpilih wajib didukung harus terus diingatkan.

Seperti kata Presiden Joko Widodo, "Siapapun pilihan warga DKI, itu adalah yang terbaik untuk Jakarta." (mus)