Pakar: Bupati Rokan Hulu Riau Seharusnya Bisa Aktif Jabat

Ilustrasi sidang di pengadilan.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai Bupati non aktif Rokan Hulu Riau, Suparman bisa kembali diaktifkan posisinya sebagai kepala daerah. Menurut Refly, hal ini mengacu pasal 84 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang menyatakan vonis bebas untuk Suparman menjadi dasar lain.

"Dalam pasal 84 itu disebutkan, jika kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83, setelah  melalui proses  peradilan  ternyata terbukti tidak  bersalah berdasarkan putusan pengadilan, paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan pengadilan," kata Refly kepada VIVA.co.id, Senin 10 April 2017.

Refly menambahkan, dalam pasal tersebut juga dibahas presiden bisa mengaktifkan kembali gubernur atau  wakil gubernur yang bersangkutan. Kemudian, pejabat Menteri Dalam Negeri mengaktifkan kembali bupati dan atau wakil bupati atau wali kota dan atau wakil wali kota yang bersangkutan.

"Suparman itu dinonaktifkan karena merujuk pasal 83. Di mana dia saat itu tersangkut kasus dugaan tindak pidana korupsi, tapi jika kemudian dalam proses peradilannya tidak terbukti sebagaimana dituduhkan, maka rujukan lanjutannya adalah pasal 84 ayat 1, untuk mengaktifkannya kembali," lanjut Refly.

Terkait kasasi Jaksa KPK yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), menurut dia harus mengacu pasal 84 ayat 2. Dalam hal ini, pemerintah bisa memberhentikannya kembali jika ada putusan MA sudah keluar. Namun, kata dia, saat ini seharusnya Kemendagri bisa mengaktifkan Suparman terlebih dahulu.

"Ya sekarang ini, seharusnya diaktifkan dulu. Jika kemudian dari putusan putusan MA memang menghukum yang bersangkutan, itu kan bisa diberhentikan kembali, sebagaimana ketentuan Pasal 84 ayat 2 tersebut," tuturnya.

Kemudian, dia menjelaskan dalam asas hukum itu ada istilahnya res judicata pro veritate habetur. Artinya, kata dia, putusan hakim harus dianggap benar. Kebenaran ini harus ditinjau ulang pengadilan lebih tinggi. Maka, penafsiran undang-undang itu harus sistematik, yakni mengaitkan pasal satu dengan pasal lainnya.

"Sekarang putusan hakimnya sudah ada dan manusianya sudah dinyatakan bebas, maka berikan haknya seperti peraturan yang berlaku," kata dia.

Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap mengajukan kasasi atas vonis bebas terdakwa Suparman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Riau, pada 23 Februari 2017

Dalam perkara ini, Suparman diduga terlibat praktik suap pengesahan APBD Perubahan Riau 2014 dan APBD Riau 2015 oleh KPK. Namun, majelis hakim menilai Suparman tak terbukti menerima suap tersebut. Dalam vonis tersebut, memutus Suparman bebas dan memerintahkan jaksa memulihkan nama baiknya.