Korupsi Jalan, Eks Pejabat Maluku Menangis di Depan Hakim

Sidang Amran H Mustary
Sumber :
  • ANTARA/Wahyu Putro A

VIVA.co.id – Mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary, menangis ketika menyampaikan nota pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu 29 Maret 2017. Dalam pleidoi pribadinya, Amran menyesali perbuatannya dan menyampaikan permintaan maaf kepada sejumlah pihak.

"Kepada anak, istri, cucu dan mertua, saya memohon maaf karena harus menanggung malu ini. Saya dan keluarga benar-benar merasa berdosa dan malu," kata Amran.  

Sesekali Amran tersendat membaca pledoi karena tidak mampu berbicara sambil menahan tangis. Tangannya sibuk menyeka air matanya.

Ketua Majelis Hakim Fashal Hendri sempat menawarkan supaya Amran tak melanjutkan pembacaan, dan langsung menyerahkan berkas pembelaan. Namun Amran kembali membaca isi nota pembelaannya.

Selain meminta maaf kepada keluarganya, Amran juga meminta maaf kepada masyarakat Maluku dan Maluku Utara. Amran menyadari atas perilakunya, telah membuat terhambatnya pembangunan infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara.

"Saya sebagai putra daerah tak pernah berniat melakukan ini, karena saya tahu infrastruktur sangat terbatas. Saya cuma ingin berjuang agar pembangunan terus dilakukan," kata Amran.

Sebelumnya, Amran dituntut penjara selama sembilan tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Amran juga dituntut bayar denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Amran tak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Amran juga tidak mengakui seluruh perbuatan dan tidak mengembalikan seluruh uang yang diperoleh dari hasil kejahatannya.

Menurut jaksa, Amran terlibat aktif dalam kasus dugaan suap program aspirasi komisi V DPR yang direalisasikan dengan proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Proyek ini berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Uang suap yang diberi kepada sejumlah anggota Komisi V DPR diperoleh dari sejumlah rekanan. Selain itu, menurut jaksa, Amran juga terbukti memberikan uang suap kepada sejumlah pejabat Kementerian PUPR.

Jaksa pun menilai Amran terbukti menyerahkan uang ke Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan sebesar Rp6,1 miliar. Uang itu diduga sebagai balas budi karena dirinya diupayakan Rudi menjadi Kepala BPJN IX.