Saat Aksi Semen Kaki Diragukan dari Hati

Aksi Semen Kaki Untuk Tolak Pabrik Semen Kendeng
Sumber :
  • REUTERS / Beawiharta

VIVA.co.id - Aliansi Perempuan Rembang Bangkit (APRB) belum lama ini melaporkan aksi semen kaki ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Bareskrim Polri. Namun saat ini, mereka belum akan mengambil langkah lanjutan setelah seorang peserta aksi, Patmi, meninggal dunia.

"Untuk sementara ini belum ada tindakan, karena situasinya masih berduka," kata salah satu perwakilan dari APRB, Triningsih, saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 23 Maret 2017.

Tri mengakui para peserta menyatakan bahwa aksi itu datang dari hati. Namun, sebagai perempuan dan petani Rembang, dia tidak yakin.

"Saya masih ragu mereka itu karena panggilan jiwa, kayaknya masih ragu," kata dia yang tercatat sebagai warga Desa Timbrangan, Rembang, tersebut.

Alasannya, apa yang mereka lakukan sangat membahayakan keselamatan nyawa atau diri sendiri. Dia juga sudah mengingatkan risiko tersebut.

"Pro kontra biasa, okelah mereka menolak (pembangunan pabrik semen). Mereka punya alasan yang kuat untuk itu. Boleh silakan tapi jangan manfaatkan perempuan, gak usah aksi berbahaya. Kalau laki-laki mungkin lebih kuat fisiknya, untuk perempuan janganlah. Kalau mereka mau aksi silakan, jangan yang membahayakan," katanya.

Tri menuturkan pihaknya sudah melaporkan aksi semen kaki itu ke Unit PPA Bareskrim Polri. Namun, lembaga itu menyatakan tidak bisa langsung membubarkannya. Sebab, mereka menuntut bertemu dengan Presiden Jokowi. Sebelum tuntutan itu terpenuhi mereka tidak akan membubarkan diri.

"Yang kami adukan bukan soal tindakan kriminal, kami hanya memohon aksi itu dibubarkan. Dari PPA sudah berusaha membubarkan," kata Tri menjelaskan.

Dia melanjutkan, setelah meninggalnya almarhumah Patmi, aksi sempat dibubarkan. Namun kemudian, sebanyak 9 orang dari mereka kembali menggelar aksi lagi. Setelah itu, pada Rabu, 22 Maret 2017, perwakilan dari Pati akhirnya bertemu Jokowi.

Dalam kesempatan itu, lanjut Tri, Jokowi mengatakan tidak bisa memberhentikan pabrik karena soal izin bukan urusannya melainkan wewenang Gubernur Jateng. Mantan Wali Kota Solo itu kemudian mempersilakan mereka berkomunikasi dengan Gubernur Jateng.

"Tapi mereka tetap melakukan aksi itu sampai pabrik ditutup. Menurut saya, besok aksi bisa pindah ke gubernuran," kata dia.

Sementara itu, salah satu warga Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, Gunarti, mengakui sudah bertemu dengan Jokowi pada Rabu, 22 Maret 2017. Saat itu, dia menceritakan situasi di Kendeng.

"Saya minta kalau bisa Pak Jokowi bisa menuntaskan masalah di Kendeng, yang izinnya dikeluarkan lagi sama Gubernur," kata Gunarti kepada VIVA.co.id, Kamis, 23 Maret 2017.

Gunarti menuturkan Jokowi kemudian mengatakan masalah izin rembugannya dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bukan ke dirinya. Karena, persoalan izin yang mengelurkan adalah Gubernur.

"Jadi rembugan saja ke Pak Gubernur. Sudah atau belum? Presiden hanya soal KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis)," ujarnya menirukan Jokowi.

Dia pun mengungkapkan alasan ingin bertemu Jokowi yaitu karena menilai Gubernur tidak patuh dengan apa yang dikatakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Misalnya soal KLHS selama 1 tahun. Dia menyebut Jokowi meminta selama waktu itu tidak boleh ada kegiatan apapun di Kendeng termasuk izin juga tidak boleh keluar.

"Itu gak dihiraukan sama gubernurnya, di lapangan masih berjalan terus, aktivitas pabrik, mengeluarkan izin segampang itu," katanya.

Terkait aksi semen kaki di kantor Gubernur Jateng itu, Gunarti mengaku belum terpikirkan. Namun yang pasti dia akan terus memperjuangkan kelestarian lingkungan.

Lantas, bagaimana tanggapannya terhadap pihak yang meragukan aksi tersebut datang dari hati?

"Terserah mereka mau bilang apa, tapi kalau mereka dari ada tanya kesana-kemari menyuarakan yang belum jelas, lebih baik tanya sendiri langsung. Enggak mungkin mereka mau dicor, kalau tidak ikhlas," tuturnya. (one)