Penyuap Anggota DPR Dituntut 9 Tahun Penjara
- ANTARA/Wahyu Putro A
VIVA.co.id – Mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional atau BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary, dituntut 9 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Amran juga dituntut dengan pidana denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
"Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa Amran HI Mustary terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar Jaksa Subari Kurniawan saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu malam, 22 Maret 2017.
Jaksa menilai perbuatan Amran tak pro pemerintah dalam memberantas korupsi. Terlebih terdakwa selama sidang, tidak mengakui semua perbuatannya dan tidak bersedia mengembalikan seluruh uang yang diperoleh dari hasil kejahatannya.
Menurut jaksa, Amran terlibat aktif dalam kasus dugaan suap pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Uang suap itu diberikan kepada sejumlah anggota Komisi V DPR yang diperoleh dari sejumlah rekanan.
Mulanya, Amran melakukan pertemuan dengan sejumlah anggota DPR seperti Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro dan Musa Zainuddin untuk mengupayakan program pembangunan tersebut masuk dalam program aspirasi anggota Komisi V. Para anggota DPR itu kini juga sudah dijerat KPK.
Amran mengupayakan supaya proyek ini dikerjakan oleh perusahaan milik para pengusaha atau disebut sebagai rekanan.
Adapun rinciannya yakni dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir sejumlah Rp7,275 miliar dan SGD 1,143,846, dari Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng sebesar Rp4,980 miliar, dan dari Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Artha John Alfred sebesar Rp500 juta.
Kemudian dari Komisaris PT Papua Putra Mandiri, Henock Setiawan alias Rino sejumlah Rp500 juta, dan dari Direktur CV Putra Mandiri, Charles Franz alias Carlos sebesar Rp600 juta.
Dalam kasus ini, Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putranti disebutkan menerima 328.000 doar Singapura atau sekitar delapan persen dari proyek pelebaran Jalan Tehori-Laimu senilai Rp41 miliar.
Sementara Budi Supriyanto menerima sebesar 404.000 dolar Singapura. Pemberian dilakukan melalui dua staf Damayanti, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini di Foodcourt Pasaraya Melawai, Jakarta Selatan.
Adapun Anggota Komisi V dari PAN Andi Taufan Tiro juga ikut menerima fee dari program aspirasi Rp100 miliar untuk pembangunan dan rekonstruksi Jalan Wayabula-Sofi.
Sedangkan pada 10 November, Andi Taufan menerima Rp2 miliar yang dikonversi dalam mata uang dolar Singapura atau sekitar 206.718 dolar Singapura. Pada 12 November, Andi Taufan menerima lagi Rp200 juta. Kemudian pada 19 November menerima sebesar 205.128 dolar Singapura dan pada 1 Desember 2015 ia menerima Rp 500 juta.
Selanjutnya, Musa Zainuddin, Anggota Komisi V Fraksi PKB juga memiliki program aspirasi sebesar Rp 250 miliar. Adapun fee untuk Musa sebesar Rp3,8 miliar dan 328.337 dolar Singapura.
Selain itu, menurut jaksa, Amran terbukti memberikan uang suap kepada sejumlah pejabat Kementerian PUPR. Suap itu berupa tunjangan hari raya dan dana suksesi pencalonan dirinya sebagai Kepala BPJN IX.
Para pejabat Kementerian PUPR itu antara lain yakni Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjojono sebesar 10.000 dolar AS dan sejumlah direktur serta pejabat di Direktorat Jenderal Bina Marga.
Jaksa juga menganggap Amran terbukti menyerahkan uang kepada Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan sebesar Rp6,1 miliar. Uang tersebut digunakan Rudi untuk pencalonan sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku Utara.
Atas perbuatannya, Amran dinilai Jaksa melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. (one)