Pelaku Sweeping Solo Telah Berulang Kali Beraksi
- VIVA.co.id/Dwi Royanto/Polda Jateng
VIVA.co.id – Dua belas orang pelaku perusakan Cafe Sosial Kitchen di Solo, didakwa pasal berlapis dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Semarang. Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum menyebut mereka telah berulangkali melakukan aksi sweeping.
"Para terdakwa ternyata telah melakukan kegiatan sweeping secara berulang di wilayah Solo Raya dalam rentang waktu tahun 2016 lalu," kata Jaksa Umar Dani dalam dakwaannya, Selasa, 21 Maret 2017.
Sweeping tersebut, lanjut Jaksa, dilakukan para terdakwa yang tergabung dalam Laskar Umat Islam Surakarta (Luis). Selama 2016 itu, sweeping tersebut dilakukan di sejumlah lokasi salon, serta spa yang diduga terjadi praktik mesum.
Selain itu, para terdakwa juga melakukan sweeping di Rumah makan Bima di Solo pada November 2016 lalu. Sweeping dilakukan, karena rumah makan dianggap melanggar peraturan daerah tentang jam operasional berdagang.
Tak hanya di Solo, sweeping itu juga dilakukan di Kabupaten Sukoharjo. "Aksi sweeping di salon dan spa di Sukoharjo terjadi pada Oktober 2016 lalu," katanya.
Sidang yang dibagi dalam tiga majelis itu menghadirkan 12 terdakwa, serta diikuti oleh pimpinan Luis, Edi Lukoto. Ia menjalani sidang bersama 11 terdakwa lain, yakni Suprapto alias Salman, Suparno, Hendro Sudarsono, Joko Sutarto, Adi Nugroho, Mujiono, Mulyadi, Sri Asmoro dan Kumbang Saputra.
Dalam kasus sweeping di kafe Sosial Kitchen pada 17 Desember 2016 lalu itu, para terdakwa dijerat pasal berlapis. Mulai dari Pasal 170 KUHP tentang Penganiayaan, Pasal 169 KUHP tentang Permufakatan Jahat, Pasal 406 tentang Pengrusakan, serta Pasal 167 tentang Masuk ke Rumah Tanpa Izin.
Khusus pentolan Luis, Edi Lukito, didakwa dengan sengaja menyuruh melakukan perusakan hingga barang tidak bisa dipakai kembali di Jalan Abdurrahman Saleh Nomor 1 Banjarsari Surakarta.
Atas dakwaan itu, para terdakwa menyatakan keberatan. Nota keberatan, atau esepsi akan dilakukan pada sidang tanggal 29 Maret 2017. Kuasa hukum para terdakwa, Anis Priyo Ansori menyebut, dakwaan jaksa tidak jelas dan tidak komplit.
"Teknis penyusunan dakwaan tidak layak untuk memenuhi persyaratan KUHP. Jaksa kami anggap ragu. Apalagi, BAP (Berita Acara Pemeriksaan)nya kami belum dapat," ujarnya. (asp)