Revisi UU KPK Dikritik Bisa Lemahkan Pemberantasan Korupsi
- VIVA.co.id/Edwin Firdaus
VIVA.co.id – Rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali muncul di tengah pengusutan perkara korupsi proyek e-KTP. Dukungan kepada KPK dan penolakan revisi disuarakan berbagai elemen masyarakat.
Salah satu dukungan kepada KPK diberikan oleh Pemuda Muhammadiyah. Wakil Ketua Bidang Hikmah Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Timur, Abdussalam, menilai revisi UU KPK sama saja dengan melemahkan eksistensi lembaga pemberantas korupsi tersebut.
Menurut dia, praktik korupsi saat ini makin parah sehingga peran KPK masih sangat diperlukan. Salah satunya mendukung KPK agar tak surut dalam mengungkap kasus e-KTP.
"Mendukung sepenuhnya KPK untuk mengusut tuntas elit politik yang terlibat dalam praktik korupsi e-KTP," kata Abussalam, dalam keterangannya, Selasa 21 Maret 2017.
Dia menegaskan revisi UU KPK harus ditolak karena tak penting dan mendesak. Posisi KPK dinilainya belum perlu diubah dalam arah apapun terkait kewenangan lembaganya.
Tak Tebang Pilih
Menurut Abussalam, saat ini KPK perlu dukungan dalam upaya pemberantasan korupsi. Diharapkan KPK tak tebang pilih dalam mengungkap kasus ini.
"Kami dan aliansi masyarakat sipil Jawa Timur bersepakat untuk mendukung sepenuhnya agar KPK tidak tebang pilih dalam pemberantasan korupsi yang telah merugikan negara dan membuat rakyat sengsara," jelasnya.
Seperti diketahui, KPK saat ini sedang mengusut bebarapa perkara korupsi yang diduga menyeret elite DPR. Salah satunya yang menjadi sorotan luas adalah kasus korupsi e-KTP yang ditaksir merugikan negara senilai Rp2,3 triliun. Elite kader dari 9 parpol disebut dalam dakwaan jaksa diduga menerima fee proyek e-KTP.
Adapun sebelumnya, KPK merasa banyak upaya yang mengganggu penuntasan perkara e-KTP yang tengah diusut. Salah satunya dorongan perubahan Undang-Undang KPK.
"Saat ini kami sedang kerja tuntaskan kasus besar, kami berharap kerja KPK tidak diganggu dengan isu revisi UU KPK," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK 7 Maret 2017. (ren)