Sidang Suap Pajak, Ipar Jokowi Sering Diam dan Lupa
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA.co.id – Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera Arif Budi Sulistyo sering menjawab lupa ketika ditanyai Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Arif yang merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo itu dihadirkan jaksa dalam sidang hari ini, Senin 20 Maret 2017, untuk membuktikan rangkaian peristiwa terkait keterlibatan dirinya dan para pejabat Ditjen Pajak dalam mengupayakan penghapusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia senilai Rp78,8 miliar.
Mulanya, Arif yang mengenakan kemeja putih, ditanyai majelis hakim terkait tugas pokok dan fungsinya di kantor PT Rakabu, juga seputar kegiatan perusahaan itu. Arif pun menceritakan dengan rinci. Berbeda saat Jaksa dipersilakan mengajukan pertanyaan kepadanya, Arif malah sering 'bengong' dan mengaku lupa. Khususnya ihwal sejumlah komunikasi antara dirinya dengan pejabat Ditjen Pajak. Meski begitu Arif mengakui pernah melakukan pertemuan dengan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi.
Pertemuan itu berlangsung sekitar bulan September 2016 di kantor Direktorat Jenderal Pajak. Namun, ia memastikan tak mengingat detail rangkaian pertemuan yang juga turut dihadiri pengusaha Rudi Prijambodo itu.
"Tanggal 23 (September 2016) itu pagi saksi ke Gedung Ditjen Pajak jam berapa?" tanya jaksa KPK kepada Arif.
"Tepatnya saya lupa Pak," jawab Arif.
Arif lantas membantah pertemuan untuk membicarakan persoalan pajak PT EK Prima. Arif mengakui pertemuan itu hanya membahas soal pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Saya tanyakan Pak Ken, apa saja (syarat) tax Amnesty, disarankan Pak Ken, 'ngapain ngurus di Jakarta, di Solo saja'," kata Arif yang sebelumnya diam dan mencoba mengingat ingat kejadian itu.
Arif juga tak membantah kenal Bos EKP, Ramapanicker Rajamohanan Nair yang saat ini menjadi terdakwa suap penjabat Ditjen Pajak, Handang Soekarno. Menurut Arif perkenalan antara dia dengan Rajamohan lantaran sama-sama sebagai pengusaha di Surakarta (Solo).
"Kenal (terdakwa Rajamohan) sebagai pengusaha sejak tahun 2008," kata Arif.
Dikonfirmasi jaksa dengan data sadapan soal pajak PT EKP, Arif terdiam. Setelah itu Arif berkukuh mengaku tidak tahu masalah pajak Rp 78,8 miliar yang tengah dihadapi oleh perusahaan PT EKP. Arif berkelit hanya mengetahui Rajamohan ingin ikut tax amnesty, namun terkendala.
"Tidak benar (saya tahu masalah pajak EKP). Yang saya tahu Pak Mohan permasalahan tax amnesty. Saya baru tahu kemarin (saat diperiksa KPK masalah) EKP. Waktu itu saya bertemu Pak Mohan, dia cerita sampai saat ini belum bisa tax amnesty karena dalam pengurusan dihambat," kata Arif.
Ditanya soal siapa yang hambat tax amnesty itu. Arif justru berdalih tak membahas sedetail itu bersama Rajamohan.
"Saya tidak tanya sedetail itu," kata Arif. Mendengar hal itu, hakim mengingatkan agar Arif untuk mengingat-ingat lagi sebelum menjawab, sebab dalam kesaksian sidang sebelumnya terkuak adanya permintaan Rajamohan agar Arif membantu urus pajak EKP ini melalui Dirjen Ken.
Kemudian, Jaksa lanjut mengkonfirmasi soal komunikasi dirinya yang intinya ingin bertemu Dirjen Pajak. Arif pun mengamini.
"Benar pak jaksa itu terkait tax amnesty," ujarnya.
Tapi saat dicecar alasan dia mengirim beberapa dokumen PT EKP kepada Handang Soekarno melalui pesan applikasi WhatsApp, Arif kembali terdiam. Arif sempat ditanyai lagi dengan pertanyaan sama, dan dijawab sedikit terbata-bata.
"Karena Pak Handang pernah menolong saya mengajukan tax amnesty. Jadi Pak Mohan yang meminta tolong apakah ada yang bisa menolong saya soal tax amnesty. Makanya saya kasih nomor Pak Handang (ke Rajamohan)" ujarnya.
Dalam dakwaan yang disusun tim Jaksa KPK untuk Mohan, disebutkan bahwa Arif pernah menghubungi Mohan dan menanyakan perkembangan tax amnesty yang dijawab Mohan masih menunggu informasi lebih lanjut dari Haniv. Haniv dimaksud adalah Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv.
Hal itu terkonfirmasi oleh Haniv. Namun Arif membantah pernah berkomunikasi dengan Haniv, termasuk saat Arif berada di kantor Dirjen Pajak Kemenkeu.
Oleh Jaksa KPK, dikatakan juga Arif pernah mengirimkan dokumen PT EKP dalam pengurusan pajak PT EKP melalui WhatsApp ke Handang. Intinya, dokumen itu diminta agar diteruskan kepada Dirjen Pajak dan membantu selesaikan persoalan pajak EKP.
"Apapun Keputusan Pak Dirjen. Mudah-mudahan terbaik buat Mohan Pak. Suwun," begitu petikan bunyi pesan Arif seperti tertuang dalam dakwaan Jaksa KPK.
Handang pun menyanggupinya dan segera mengabari Arif bila ada perkembangan. "Siap bapak, besok pagi saya menghadap beliau bapak. Segera saya kabari bapak," kata Handang sebagaimana dikutip dari dakwaan Mohan.
Menindaklanjuti itu, Rajamohan akhirnya menemui Haniv dan meminta pencabutan pengukuhan PKP dengan tagihan pajak tahun 2014 sebesar Rp 36.876.570.880 dan tahun 2015 sebesar Rp22.406.967.720.
Usai bersaksi, Arif langsung diminta ke luar ruang sidang oleh hakim. Namun dia tak mau berkomentar. Dengan diapit tiga orang yang diduga pengawalnya, Arif langsung dibawa menerobos awak media menuju ruang saksi.