Kuburan Massal Tragedi 1965 juga Ditemukan di Jawa Barat
- VIVA co.id/ Dwi Royanto
VIVA.co.id – Tragedi pertumpahan darah yang terjadi tahun 1965-1966 hingga saat ini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan. Pasalnya, korban tewas yang diduga terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) pascaperistiwa G 30 S PKI, belum dipastikan jumlahnya.
Apalagi, pemerintah sampai saat ini tidak pernah merilis data terkait hal tersebut. Namun, titik cerah kini mulai bermunculan akibat temuan 120 kuburan yang diprakarsai oleh beberapa keluarga korban dan lembaga pendukung.
"Kami menemukan 120 makam yang diduga korban pembunuhan terkait peristiwa ‘65," kata Harry Wibowo, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Minggu, 19 Maret 2017.
Salah satu temuan yang cukup menarik, menurut Harry, yaitu yang berada di Cianjur. Sebab, menurutnya, kebanyakan kuburan massal selama ini letaknya tidak ada yang di Jawa Barat.
"Di Cianjur kami menemukan ada kerja paksa, ini temuan baru dan sudah dibukukan, dan riset masih terus berjalan. Ada camp kerja paksa di Jawa barat, Pak Bedjo sudah menunjukkan walaupun confidential, karena tidak ada jaminan proteksi dari Komnas HAM," ujarnya.
Di dalam kuburan massal tersebut, kata Harry, telah ditemukan beberapa saksi yang nyawanya sudah direnggut pada masa itu.
"Kami menemukan saksi korban, kami juga menemukan saksi pelaku. Seluruh temuan ini, tidak dicakup dalam penyidikan 2008-2013 soal kuburan massal pendidikan inquirer. Artinya ada penemuan baru yang tidak diproteksi sebagai penyelidikan," Harry menjelaskan.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Mariana menjelaskan, dari penemuan itu sebetulnya pemerintah bisa melakukan pengkajian mendalam menyoal bukti baru kasus Tragedi 1965.
Namun, kata dia, karena ada beberapa aspek yang mengganjal hingga kini belum sama sekali ada langkah dari pemerintah mendalaminya.
"Negara itu bisa melakukan sesuatu. Alur yang paling mudah adalah bukti kuburan massal sudah banyak. Kita menemukan, kemudian simposium dibelokkan, kalau secara politik tidak apa apa. Seharusnya itu dilakukan (tindak lanjut) penelitian, seharusnya Komnas HAM memberikan surat ke Kejagung untuk penggalian kuburan masal," katanya.
"Asmara Nababan bisa saja. Dulu Tan Malaka juga bisa, demi bukti forensik, demi sejarah dan sebagainya. Maka itu, kami mendesak untuk Komnas HAM agar membuat surat menindaklanjuti laporan kuburan massal itu," Harry menambahkan. (ase)