90 Persen Air di Jakarta Tercemar Limbah

Ilustrasi pemukiman kumuh
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Kondisi air tanah di Jakarta, dalam kondisi kritis. Dari pemeriksaan, 90 persen air yang ada sudah tercemar limbah dan mengandung bakteri e-Coli.

Menurut Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dodi Krispratmadi, tercemarnya air tanah itu ditengarai oleh rendahnya kesadaran masyarakat.

Hingga kini, warga masih sering membuang air besar dan limbah rumah tangga mereka di sungai. "Akibat buruknya sanitasi, menyebabkan tingkat kesehatan masyarakat memprihatinkan. Sebab, air yang dikonsumsi terpapar bakteri," kata Dodi dalam peringatan Hari Air Sedunia, Jumat 17 Maret 2017.

Air yang tercemar bakteri e-Coli, katanya, sangat berbahaya untuk anak-anak. Sebab, ketika air itu dikonsumsi, maka akan bisa berdampak pada pertumbuhan anak. "Itu akan menghambat pertumbuhannya," katanya.

Kerugian ekonomi

Menurut Dodi, kerugian lainnya tak cuma kesehatan, namun air yang tercemar telah menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar.

"Data Bappenas tahun 2014, tercatat bahwa kerugian negara mencapai 2,3 persen dari PDB (Product Domestic Bruto), atau sekitar Rp57 triliun per tahun, akibat buruknya sanitasi," katanya.

Atas itu, dia berharap, masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah dan limbah domestik lainnya ke sungai, serta tempat-tempat lainnya yang menjadi sumber mata air.

"Air limbah, kalau dibiarkan dampaknya bagi kita dan anak cucu kita sangat besar," kata Dodi

Sejauh ini, Dodi mengakui, pihaknya telah melakukan upaya penanggulangan dengan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal dan sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas).

Setiap tahunnya, dianggarkan sekitar Rp2,9 triliun untuk proyek tersebut, walaupun masih dianggap belum ideal mengingat besarnya anggaran yang dibutuhkan.

"Yang kita dorong lebih banyak itu Sanimas. Biayanya lebih murah. IPAL Komunal biayanya memang sangat mahal, bisa mencapai Rp8,1 triliun," kata Dodi.

Hingga tahun lalu, pembangunan sanitasi layak tercatat mencapai 67,2 persen. Namun, dari itu tetap ada yang tidak layak. “Jadi, ada toilet, tetapi pipanya langsung masuk ke sungai, itu sama saja buang air sembarangan. Memprihatinkan juga itu," ujar Dodi. (asp)