Menristek Sebut Selama Ini Banyak Guru Besar Tertidur

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir, di Makassar pada Jumat, 17 Maret 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yasir

VIVA.co.id - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir, menyebut selama ini banyak guru besar pada perguruan tinggi tak produktif secara ilmiah. Mereka menerima dana tunjangan sebagai guru besar tetapi tak banyak karya ilmiah yang dihasilkan.

"Mohon maaf, mereka (para guru besar) ini yang selama ini, semuanya tertidur karena sudah menikmati tunjangan kehormatannya," kata Menteri di Makassar pada Jumat, 17 Maret 2017.

Menteri menceritakan ketika dia membuat kebijakan radikal pada 2015, yakni mewajibkan seluruh guru besar atau doktor menulis karya ilmiah dan dipublikasikan di jurnal internasional yang terverifikasi. "Para rektor, khususnya para guru besar, ketika saya wajibkan publikasi internasional, pada terkejut semua."

Kebijakan itu, katanya, didasarkan fakta bahwa 5.600 guru besar dan 122 perguruan tinggi negeri se-Indonesia hanya menghasilkan 4.200 karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional sepanjang tahun 2014.

Menteri kemudian mewajibkan semua guru besar mempublikasikan karya ilmiah mereka pada jurnal internasional. Targetnya 10.000 karya ilmiah pada 2015, tetapi yang terealisasi hanya 5.250. Meningkat tetapi tak signifikan.

Kebijakan itu diteruskan dengan perbaikan regulasi dan peningkatan target pada tahun 2016. Targetnya dikurangi dari 10.000 publikasi menjadi 6.250 publikasi. Hasilnya malah melebihi target, yakni 9.989 publikasi.

Target itu, kata Menteri, malah jauh melampaui target awal pada tahun 2017. Sudah ada 11.367 publikasi jurnal per 13 Maret 2017. "Artinya luar biasa peningkatannya," ujarnya.

Riset dan inovasi

Kebijakan itu tetap dipertahankan, namun targetnya bukan lagi hanya sebatas kuantitas jurnal internasional. Kementerian Ristek Dikti mengarahkan para doktor atau guru besar melakukan riset sehingga menghasilkan inovasi, terutama di bidang pertanian.

"Saya mendorong betul, inovasi-inovasi yang ada di Menristek bersama tujuh LPMK di bawah Kemenristek menghasilkan beberapa inovasi khususnya di bidang pertanian," katanya.

Beberapa inovasi, menurutnya, sudah mulai dihasilkan dari beberapa riset di perguruan tinggi. Di antaranya, padi gogo, jagung hibrida, kedelai mutiara hingga riset kopi dan kakao.

Menteri mencontohkan hasil riset padi gogo yang awalnya hanya menghasilkan 6 ton per hektare meningkat menjadi 9 ton per hektare. Hasil riset dan inovasi itu dikembangkan Universitas Jenderal Soedirman, Banyumas, Jawa Tengah. Diuji coba di Cilacap.

Contoh lain ialah inovasi jagung hibrida yang dikembangkan Universitas Trunojoyo, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Inovasi itu diuji coba di Batam, Kepulauan Riau.

"Mungkin perguruan tinggi lain yang ada di (Indonesia) timur, ada di Unhas (Universitas Hasanuddin di Makassar, Sulawesi Selatan), atau di Kalimantan Selatan, timur dan semuanya akan dikembangkan," ujarnya. (ase)