Larangan Bakar Hutan di Jambi Ancam Masyarakat Tradisional

Foto ilustrasi/Suasana saat petugas kepolisian dibantu tim forest fire Sinar Mas Forestry berusaha memadamkan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Desa Bonai Darusalam, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, Minggu (28/8/2016).
Sumber :
  • ANTARA/Rony Muharrman

VIVA.co.id – Kebijakan Pemerintah Provinsi Jambi yang melarang aktivitas pembukaan lahan dengan acara membakar dinilai  mengabaikan sistem pertanian masyarakat tradisional.

“Beberapa masyarakat punya cara dan tradisi dalam membuka lahan. Namun tidak berimplikasi dalam kebakaran lahan yang besar,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi Rudiansyah, Selasa, 14 Maret 2017.

Rudiansyah pun mencontohkan pola sekat batas lahan yang kerap diterapkan oleh masyarakat tradisional. Sistem itu terbukti selama beratus tahun tidak membuat hutan terbakar. (Baca: Belajar dari Mereka yang Membakar Hutan)

Atas itu, menurut Rudiansyah, perda dan peraturan gubernur yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan di daerah itu, sedianya hanya tepat disasarkan untuk korporasi atau perusahaan.

“Tapi untuk komunitas harus dikaji lebih dalam. Atau Perda ini dalam pengecualian dan pemerintah tidak ada solusi,” katanya.

Benturan dengan UU
Menurut Rudiansyah, selama ini sistem pengelolaan lahan oleh masyarakat tradisional sesungguhnya telah diakomodir dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam ketentuan itu di Pasal 69 Ayat 2, telah diatur bahwa masyarakat tradisional bisa membuka lahannya dengan cara membakar hutan maksimal dua hektare.

“Ini (Perda) kan sama saja menjebak masyarakat. Akhirnya peraturan ini dihadapkan pada masyarakat. Pasti kriminalisasi akan muncul," katanya.
 
Senada dikatakan perwakilan dari Perkumpulan Hijau, Feri. Ia mengkhawatirkan perda yang kini telah diluncurkan oleh pemerintah Jambi itu akan berujung pada kriminalisasi masyarakat tradisional.

Feri mencontohkan tradisi Manduk di Jambi. Dimana, dalam tradisi ini seluruh masyarakat terlibat dalam mengawasi, menjaga dan bergotong royong dalam membuka lahan dengan cara membakar.

Dan tradisi itu pun tidak pernah berdampak pada bencana kebakaran hutan dan lahan. Atas itu juga, ia menduga kuat ke depan perda yang mengatur larangan pembukaan lahan itu justru memang akan menyasar ke masyarakat.

“Yang banyak kena ini kan masyarakat. Sementara perusahaan nggak,” ujarnya.