Pengacara Pastikan Dua Terdakwa E-KTP Bukan Pelaku Utama
- VIVA/Edwien Firdaus
VIVA.co.id – Pengacara dua terdakwa perkara dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Soesilo Ariwibowo, mengatakan ada beberapa hal penting dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah dibacakan terhadap dua kliennya.
Seperti diketahui, dua terdakwa perkara itu adalah mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman.
Menurut Soesilo Ariwibowo, ada beberapa hal penting dalam dakwaan jaksa terhadap kliennya itu. Terutama perihal waktu dugaan tindak pidana korupsi yang dituduhkan pada kliennya itu.
"Yang pertama waktu dugaan tindak pidana yang cukup lama, dari 2009 sampai 2015," kata Soesilo di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikior), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Maret 2017.
Kemudian, soal apa yang didakwakan jaksa pada dua kliennya itu. Ia menyoroti soal dakwaan jaksa terhadap dua kliennya.
"Ada 2 cluster, tindak pidana yang didakwakan. Pertama cluster mengenai penganggaran, yang kedua adalah cluster mengenai pengadaan barang dan jasa itu sendiri. Tapi kalau kita lihat dalam perjalanan, keduanya itu sebenarnya, kerugian negara kalau kita lihat itu banyak kepada arah soal penganggaran atau soal yang bersinggungan dengan legislatif, eksekutif dan sedikit mengenai swasta," katanya.
Melihat hal-hal itu dalam dakwaan jaksa, Soesilo meyakini bahwa kedua kliennya bukanlah pelaku utama dalam perkara tersebut. Dengan kata lain, pihaknya akan coba membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh kliennya tidak bisa lepas dari campur tangan legislatif.
"Kalau kita lihat juga dalam dakwaan itu bahwa peran dari terdakwa 1 dan 2, itu saya yakini bukan sebagai pelaku yang utama," katanya.
Dalam berkas dakwaan yang dibacakan Jaksa di Pengadilan Tipikor hari ini, anggaran senilai Rp5,9 triliun yang dipotong pajak 11,5 persen itu dipergunakan untuk bancakan anggota DPR. Hal ini juga menegaskan bahwa korupsi proyek e-KTP telah dilakukan sejak perencanaan.
Berikut pembagian uang haram dari proyek e-KTP:
A. Sebesar 51 persen atau sekitar Rp2,6 triliun digunakan belanja modal atau belanja pembangunan proyek.
B. Adapun sisanya sebesar 49 persen atau Rp2,5 triliun dibagi-bagikan kepada pejabat Kemendagri, anggota Komisi II DPR, sampai ketua fraksi Golkar Setya Novanto saat itu.
- Sejumlah pejabat Kemendagri termasuk dua terdakwa diduga mendapat 7 persen atau Rp365.400.000.000,00
- Anggota Komisi II DPR diduga dapat 5 persen atau mencapai Rp 261 miliar.
- Setya Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong diduga sebesar 11 persen atau Rp 574 miliar.
- Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin juga diduga mendapatkan 11 persen atau Rp574 miliar.
- Agun Gunandjar Sudarsa sebagai anggota Komisi II DPR diduga mendapat USD 1 juta.
- Mustoko Weni sebagai anggota Komisi II diduga mendapat USD 400 ribu.
- Ignatius Mulyono sebagai anggota Komisi II diduga kedapatan USD 250 ribu.
- Taufik Effendi sebagai Wakil Ketua Komisi II diduga mendapatkan USD 50 ribu.
- Teguh Djuwarno sebagai Wakil Ketua Komisi II diduga mendapatkan USD 100 ribu.