Jimly: Demokrasi RI Belum Stabil, Butuh Evaluasi
- VIVA.co.id/Purna Karyanto
VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo menyatakan, iklim demokrasi di Indonesia sudah kebablasan. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai, bahwa sistem demokrasi di Indonesia memang belum stabil pasca-reformasi.
Jimly mengatakan, jika kondisi demokrasi yang dikeluhkan Presiden Jokowi bisa menjadi momentum, untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem.
"Perlu evaluasi mana yang berlebihan dan mana yang kurang. Demokrasi 19 tahun ini masih belum stabil. UU pemilu saja setiap lima tahun sekali harus bikin lima UU. Ada kesempatan hasil evaluasi menganggap ada yang kurang tepat," kata Jimly dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 25 Februari 2017.
Jimly menilai, saat ini kebebasan demokrasi dan menyatakan pendapat memang sudah bisa dirasakan di semua elemen pemerintahan hingga masyarakat. Dia mengatakan, kebebasan setiap orang untuk menilai secara tidak langsung dapat menumbuhkan daya kritis bagi masyarakat.
"Karena yang duduk di eksekutif, yudikatif, dan caleg-caleg itu jadi seolah-olah memiliki partai-partai sendiri dan bersaing dengan caleg lainnya. Ini perlu dievalusi dengan banyaknya baik di tataran UU maupun konstitusi," ujarnya menambahkan.
Menurut dia, istilah demokrasi kebablasan yang dikeluhkan Jokowi tidak hanya disebabkan karena sistem, tetapi juga bagian dari dampak perkembangan teknologi.
Dia mencontohkan, perkembangan media sosial seperti aplikasi whatsapp dan media sosial, terkadang bisa mengubah persepsi masyarakat dalam menyikapi suatu isu dan kerap dijadikan alat untuk menyatakan gagasan mereka di ruang publik.
"Soal kebablasan, tidak semua karena sistem demokrasi. Karena teknologi cepat sekali misalnya di grup-grup WA, itu daya mengubahnya dahsyat sekali. Antara fakta dengan lima grup WA saja suka beda sekali. Tapi ini merupakan gambaran masyarakat kita yang plural." (mus)