Kapolda Akan Dilaporkan Jika Tak Usut SMS Gelap Antasari
- ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
VIVA.co.id – Boyamin Saiman, kuasa hukum Antasari Azhar mengancam akan melaporkan penyidik Polda Metro Jaya yang menangani kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri, jika laporan kliennya soal pesan singkat alias SMS gelap, tak juga diusut tuntas.
"Saya akan lapor Propam bahwa penyidik tidak profesional, penyidik yang dulu menangani SMS itu bukan yang sekarang. Bahkan pelanggaran kode etik kalau menurut saya," kata Boyamin, Senin 6 Februari 2017.
Menurut Boyamin, salah satu anggota penyidik yang bakal dilaporkan pihaknya ialah Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan. Karena, pada saat Antasari membuat laporan tentang SMS gelap oti, Iriawan diketahui saat itu menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Sebelum melaporkan ke Propam Mabes Polri, Boyamin masih menunggu respons dari Polda Metro Jaya. Karena, pada Rabu, 1 Februari 2017, Antasari sempat ke Polda Metro Jaya untuk menagih janji pengusutan laporan SMS gelap. "(Kita tunggu), sebulanan maksimal," katanya
Menurut Boyamin, banyak kejanggalan dalam pengusutan kasus pembunuhan bos PT. Putra Rajawali Banjaran itu. Salah satunya yakni, bukti petunjuk SMS yang diduga dikirimkan Antasari kepada Nasrudin. Boyamin mengatakan, SMS gelap itu ditujukkan seolah-olah Antasari yang menjadi otak pembunuhan Nasrudin.
"Buktinya ada SMS kan begitu. Bukti petunjuknya sekarang bukti petunjuknya ini ternyata enggak adalah, siapa yang membuat SMS itu, sederhana sekali kan. Polisi dulu kan pernah membuat cerita sampai di dakwaan ada SMS ternyata itu enggak ada," kata Boyamin.
Boyamin menduga ada upaya mengkriminalisasi Antasari dengan kasus itu. Dia juga curiga penyidik Polda Metro Jaya yang dahulu menangani kasus pembunuhan Nasrudin telah merekayasa untuk menyudutkan Antasari sebagai pelakunya.
"Makanya ini kan ada yang rekayasa SMS itu bisa saja kalau tidak ada pelakunya ternyata berarti penyidik yang dulu tidak cermat atau mengarang," katanya.
Dia pun mengaku heran dengan proses penyidikan kasus tersebut, karena penyidik saat itu dianggap tidak cermat dalam menginventarisir barang bukti. "Minimal begitu. Kalau itu bingung mestinya kan diprint out, minimal flashdisk kan atau dibuat HP-nya tidak rusak kan ketentuannya barbuk (barang bukti) enggak boleh rusak di tangan penyidik," kata dia.
Seperti diberitakan, dalam kasus itu Antasari divonis 18 tahun penjara. Ia sempat mengajukan kasasi, namun ditolak. Peninjauan Kembali yang diajukan Antasari juga ditolak oleh MA. Namun, sejak 10 November 2016, mendapatkan Antasari bebas bersyarat.
Akhirnya, pada Februari 2015,Antasari resmi mengajukan permohonan grasi kepada Presiden. Permohonan itu dibuat berdasarkan permintaan keluarga melalui kuasa hukum.
Dalam permohonan grasi yang dikirimkan itu, Antasari memohon dua hal yang sifatnya alternatif. Alternatif pertama, dia meminta pidana dihapuskan. Jika alternatif pertama tak dikabulkan, dia meminta alternatif kedua, yakni pengurangan masa hukuman. Dan, pada Januari 2016, Presiden Jokowi mengabulkan permohonan grasi Antasari Azhar.