Jaksa Agung: Kasus Dahlan Harus Diproses meski Langit Runtuh
- VIVA.co.id/Agus Rahmat
VIVA.co.id - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo membantah tudingan sebagian kalangan bahwa lembaganya sedang mencari-cari kesalahan, terutama berkaitan dugaan korupsi pengadaan mobil listrik. Kasus itu menjerat mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan, sebagai tersangka.
Jaksa Agung menegaskan, pengusutan kasus itu murni demi penegakan hukum, karena memang ada masalah dalam proyek pengadaan mobil dan bus listrik itu. Jika kasus itu tak diusut, berarti Kejaksaan membiarkan penyimpangan dan mengabaikan kerugian negara.
"Tidak ada yang mencari-cari di sini. Tapi kebenaran harus ditegakan. Biar besok langit akan runtuh sekalipun, penjahat terakhir hari ini harus diproses. Itu prinsip," kata Jaksa Agung di komples Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Jumat, 3 Februari 2017.
Dia juga menepis kecurigaan sebagian kalangan tentang penetapan tersangka untuk Dahlan dalam kasus itu. Tak ada sedikit pun upaya merekayasa kasus itu, apalagi memaksakan kehendak untuk menersangkakan Dahlan Iskan.
Jaksa Agung menjelaskan, dasar penetapan tersangka itu adalah putusan Mahkamah Agung, yang menyatakan Dasep Ahmadi, pemilik PT Sarimas Ahmadi Pratama sebagai pembuat mobil, terbukti korupsi bersama-sama sesuai dakwaan primer. Dalam dakwaan itu Dasep Ahmadi bersama Dahlan Iskan.
Putusan Mahkamah itu, kata Jaksa Agung, wajib ditindaklanjuti karena memang ada indikasi korupsi. Kejaksaan tentu akan disalahkan kalau membiarkan putusan itu. "Jadi kita tidak mencari-cari, tidak ada pihak-pihak yang berkuasa untuk mau menyengsarakan dia."
Jaksa Agung mengaku memahami opini publik yang dikembangkan selama ini; seolah ada orang-orang tertentu dalam kasus itu yang dikesankan jujur dan tak mungkin terlibat korupsi. "Seolah-olah kesannya jujur, baik, sederhana dan tulus. Kita lihat faktanya seperti apa," ujarnya.
Kasus membelit Dahlan
Kasus mobil listrik menyeret nama Dahlan sejak tahun lalu. Proyek itu digarap kala Dahlan menjabat Menteri BUMN era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ada 16 mobil listrik disiapkan untuk dipamerkan di Konferensi APEC di Bali tahun 2013. Proyek didanai beberapa perusahaan BUMN (dana PKBL).
Ternyata proyek itu gagal. Negara diduga merugi sekira Rp32 miliar. Kejaksan Agung sudah menjadikan dua orang sebagai pesakitan dalam kasus itu, yakni pembuat mobil listrik, Dasep Ahmadi; dan Kepala Bidang Kemitraan Bina Lingkungan BUMN, Agus Suherman. Dari dua pesakitan itu penyidik mengembangkannya ke Dahlan.
Selain kasus mobil listrik, Dahlan sudah sudah jadi terdakwa korupsi pelepasan aset BUMD Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang dikelola PT Panca Wira Usaha (PWU) yang ditangani Kejati Jatim. Dia juga masih menjalani proses pemeriksaan sebagai saksi dugaan korupsi proyek cetak sawah fiktif oleh Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI.
Kasus mobil listrik
Mobil listrik awalnya akan dipamerkan dan dijadikan kendaraan resmi Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) XXI pada 2013. Dahlan menawarkan pendanaan proyek itu kepada PT BRI, PT PGN, dan PT Pertamina, yang kemudian mengucurkan dana Rp32 miliar.
Dahlan menunjuk Dasep Ahmadi, pemilik PT Sarimas Ahmadi Pratama untuk mengerjakan proyek itu. Namun berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perbuatan Dasep dan Dahlan membuat negara merugi Rp28,99 miliar karena mobil tak bisa dipakai.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengadili dan memvonis Dasep dengan hukuman tujuh tahun penjara pada Maret 2016. Jaksa mengajukan permohonan banding dan kasasi atas vonis itu. Mahkamah Agung menyebutkan ada keterlibatan Dahlan dalam kasus itu. (ren)