KPK Mulai Incar Kasus Korupsi Korporasi Lingkungan
- VIVA.co.id/Yasir
VIVA.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai membidik korporasi yang diduga terlibat tindak pidana korupsi menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.
KPK akan memulainya dari kasus dugaan korupsi yang melibatkan korporasi di bidang lingkungan hidup.
"Kami akan mencoba, khususnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Nanti kita lihat apakah memang bisa diterapkan atau tidak untuk kerugian yang diakibatkan oleh para pengusaha yang lingkungan hidup," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan, usai diskusi dengan organisasi nonpemerintah di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Kamis, 2 Februari 2017.
Basaria menjelaskan, KPK kini mengupayakan penerapan Perma pada kasus korupsi yang melibatkan korporasi dengan status inkracht. Ia menyatakan, tercatat ada pelaku usaha yang diduga terlibat kasus korupsi dan sudah dihukum, tapi belum dikenakan pada korporasinya.
Seperti tujuh perusahaan yang diduga terlibat pembakaran hutan dan lahan, yakni PT RPP di Sumatra Selatan (Sumsel), PT BMH di Sumsel, PT RPS di Sumsel, PT LIH di Riau, PT GAP di Kalimantan Tengah (Kalteng), PT MBA di Kalteng, dan PT ASP di Kalteng.
"Memang ada perusahaan yang sudah inkracht dan sudah dihukum, tapi tidak dikenakan korporasinya," ujarnya.
Penerapan Perma itu, lanjut Basaria, hanya fokus mengenai tata cara penanganan tindak pidana korupsi oleh korporasi. Adapun masalah korporasi sudah termaktub dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sejauh ini hanya ada satu kasus korupsi korporasi yang dibawa ke persidangan, yakni korupsi PT Giri Jaladhi Wana, dalam proyek pembangunan Pasar Sentra Antasari di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. (ren)