Legislator PAN Andi Taufan Didakwa Terima Suap Rp7,4 Miliar

Anggota DPR dari Fraksi PAN, Andi Taufan Tiro, bersalah menerima suap Rp7,4 miliar.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa anggota Komisi V DPR RI, Andi Taufan Tiro menerima suap sebesar Rp7,4 miliar terkait program aspirasi yang direalisasikan melalui proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa Mochamad Wiraksajaya saat membacakan dakwaan atas politikus PAN itu di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 25 Januari 2017.  

Jaksa Wiraksajaya melanjutkan, uang Rp7,4 miliar tersebut diberikan supaya Andi menyalurkan program aspirasinya dalam bentuk proyek pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.

Uang itu, terang Jaksa, diterima Andi secara bertahap dari dua pengusaha di Maluku dan Maluku Utara. Pertama,  sebesar Rp 3,9 miliar dan 257.661 dolar Singapura atau setara Rp 2,5 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Kemudian dia menerima 101.807 dolar Singapura atau setara Rp1 miliar dari Direktur Utama PT Martha Teknik Tunggal, Hengky Poliesar.

"Uang juga diberikan untuk mengarahkan agar Abdul Khoir dan Hengky menjadi pelaksana proyek tersebut," kata Jaksa Wiraksajaya.

Jatah Proyek

Dia melanjutkan, kasus ini bermula pada 14 September 2015. Sebelum dilakukan rapat kerja antara Komisi V DPR dan Kementerian PUPR, Andi mengikuti rapat informal yang dihadiri pimpinan Komisi V DPR, beberapa ketua kelompok fraksi, dan Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjoyono.

Rapat titu membahas permintaan Komisi V agar usulan program aspirasi yang sebagian sudah diakomodir Kementerian PUPR. Kemudian disepakati bahwa setiap anggota Komisi V akan mendapat jatah proyek program aspirasi.

Kemudian,  pada Oktober 2015, Andi memanggil Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary dan tangan kanan Amran, Imran S Djumadil ke ruang kerjanya di Gedung DPR RI. Dalam pertemuan, Andi menjelaskan bahwa ia memiliki jatah proyek senilai Rp 170 miliar, dan bersedia menempatkan jatah aspirasinya di Maluku dan Maluku Utara.

Andi meminta agar Amran mencari calon kontraktor yang dapat mengerjakan proyek yang ia usulkan. Tetapi, dirinya meminta para kontraktor tersebut bersedia memberikan fee kepadanya.

Atas perbuatannya, Andi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (ren)