Wapres JK: Dulu Pribumi Pemilik, Sekarang Jadi Buruh
Selasa, 24 Januari 2017 - 17:08 WIB
Sumber :
- ANTARA/Siswowidodo
VIVA.co.id – Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan kalau kesenjangan berakar karena masalah ekonomi. Kesenjangan ini disebabkan pola pikir masyarakat yang tidak siap bersaing dengan zaman dan menjadi lebih konsumtif.
"Kalau dulu di Jawa Barat, tekstil di Majalaya, semua punya pabrik. Muncul pabrik tekstil besar, sebagian besar, maaf, orang Sunda jadi buruh. Dulu jadi pemilik, sekarang jadi pekerja. Ini menimbulkan masalah yang besar," kata JK di Bandung, Selasa, 24 Januari 2017.
Baca Juga :
JK mencontohkan yang lain. Bila dulu orang Tasikmalaya terkenal sebagai pengecer yang baik, sekarang tergusur oleh minimarket. Karena itu, kata JK, perlu pengembangan masyarakat sebagai pengusaha nasional.
"Ini bisa hilang bisnis. Ini terjadi di seluruh Indonesia. Di situlah kenapa kembali kita bicara perlunya pengembangan usaha di kalangan pengusaha nasional, terutama pribumi," ujarnya.
Selain itu, JK mengingatkan investasi asing akan terus masuk. Hal tersebut tidak bisa dilawan karena bagian dari kemajuan dan pertumbuhan negara. Masyarakat, terutama pengusaha pribumi, harus siap menghadapi hal tersebut, agar tidak berbalik menjadi pekerja.
"Masalah begini tidak bisa diselesaikan secara administratif. Harus diselesaikan dengan semangat dan kultur yang baru. Semangat untuk mengikuti dengan kultur," katanya.
Menurut, JK yang terpenting saat ini adalah bagaimana pengusaha pribumi muncul kembali. Mereka besar di tanah kelahirannya sendiri dan tidak mudah menjual tanah mereka, terutama untuk kepentingan industri.
JK mengusulkan masyarakat mulai melakukan kerja sama dengan pengusaha lain, atau menyewakan aset tanah mereka, sehingga aset masyarakat tidak hilang begitu saja untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya konsumtif.
"Karena kalau tidak seperti ini, akibatnya seperti di kota besar sekarang. Lebih banyak tanah dikuasai pengusaha properti besar dibanding pemerintah. Makanya pemerintah mengeluarkan aturan agraria yang baru, untuk menghindari penguasaan tanah yang jumlahnya besar," tuturnya. (ase)