TNI AD Khawatir RI Dilanda Proxy War Berupa Serangan Hoax

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI MS. Fadillah.
Sumber :
  • VIVA/Nadlir

VIVA.co.id – Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI MS. Fadillah, mengungkapkan bahwa Indonesia tengah berada dalam perang proksi atau proxy war. Ini diartikan sebagai kepanjangan tangan suatu negara yang berupaya mendapatkan kepentingan strategisnya, namun menghindari keterlibatan secara langsung dengan menyulut konflik yang mahal dan fatal di tempat lain.

"Kita sedang proxy war. Tak hanya di dalam negeri, luar negeri juga main kaitannya dengan Papua. Kenapa? pembangunan Papua yang masif membuat orang luar takut, mereka takut Papua jadi sangat merah putih," kata Fadillah di Media Center, TNI AD, Jalan Abdurrahman Saleh I, Jakarta Pusat, Rabu 11 Januari 2017.

Saat ini kata dia, salah satu bentuk proxy war tersebut adalah maraknya kabar dan berita bohong atau hoax yang tersebar luas di masyarakat yang diawali dari internet.

"Kita perlu menjadikan ketahanan informasi ini bagian dari ketahanan nasional. Kita harus punya pengetahuan yang cukup, ketahanan yang cukup. Kalau ada informasi yang kurang tepat, kita sendiri punya keberanian untuk mengatakan ini enggak benar, saya enggak akan share. Ini yang berkali-kali dikatakan Panglima TNI sebagai proxy war," ujar Fadhillah.

Untuk itu, mantan ajudan Wakil Presiden Boediono itu mengimbau dan mengajak masyarakat luas mencari dan menyaring informasi yang tepat sebelum informasi itu disebarkan ke khalayak misalnya melalui media sosial.

"Pemanfaatan media sosial begitu terbuka sekarang. Saya berharap kita semua tidak terlalu cepat membaca berita kemudian menyebarkan kepada yang lain. Tapi benar-benar ditelaah, diteliti. Bila meragukan sebaiknya ditanyakan ke yang berwenang, yang bersangkutan. Jangan cepat sekali kita mudah men-share," ungkap dia.

Ia pun menyayangkan, jumlah pengguna internet Indonesia yang berbanding terbalik dengan tingkat literasi di Indonesia. Dengan 130 juta orang pengguna internet di Indonesia, faktanya dalam hal literasi Indonesia masuk dalam tingkatan terbawah.

"Masyarakat kita malas membaca buku, tingkat literasinya masih rendah. Bayangkan ini sesuatu yang bertolak belakang. Bisa dipertanyakan apa yang diberitakan, belum tentu secara akademis layak diberikan, latah," kata dia.

Fadhillah pun menyontohkan, misal ada berita yang berbeda antara judul, foto, dan isinya. Bahkan, kadang isi berita tersebut justru membuat provokasi.

"Sekarang tidak jelas mana fakta mana data. Kita memperbaiki dirilah untuk indonesia yang lebih baik. Ini semua menjadi bagian yang harus kita sebagai bangsa memahami," kata dia.

 

(ren)