Bekas Anak Buah Teroris Santoso Diyakini Tak Mau Menyerah

Kapolda Sulteng/Penanggung Jawan Operasi Tinombala, Brigjen Pol Rudy Sufahriadi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Abdullah Hamann

VIVA.co.id – Satuan Tugas Operasi Tinombala pesimistis para buronan anggota Mujahidin Indonesia Timur mau menyerah dan keluar dari persembunyian mereka.

Sebab, tujuh dari sembilan anggota MIT yang masuk Daftar Pencarian Orang satgas Operasi Tinombala, berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Sementara hanya dua yang berasal dari Poso.

“Karena mereka tidak punya keluarga di Poso sehingga tidak ada alasan mereka untuk menyerah. Beda dengan dua DPO asal Poso, kemungkinan mereka bisa menyerah,” kata Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Rudy Sufahriadi, di Mapolda Sulteng, Sabtu, 31 Desember 2016.

Tujuh DPO asal Bima itu adalah Baroq alias Daus alias Rangga, Asgar alias Pak Guru, Abu Alim, Qatar alias Farel, Kholid, Galuh alias Nae, dan Basir. Sementara yang dari Poso adalah Ali Kalora dan Khobar.

Rudy yang merupakan penanggung jawab Operasi Tinombala meyakini, bekas anak buah Santoso alias Abu Wardah itu, tak lagi berjalan dalam satu kelompok, karena aparat terkadang memergoki mereka berjalan dalam kelompok-kelompok kecil. 

“Kemungkinan yang pisah dari mereka itu Ali Kalora. Dia memilih berjalan sendiri dibanding berkelompok,” kata Rudy.

Sementara itu, untuk mengantisipasi masuknya kembali simpatisan MIT dari luar Poso, pihak kepolisian memperketat masuknya orang ke wilayah itu. Namun kata Rudy, caranya tidak lagi seperti dulu dengan merazia sejumlah pintu masuk ke Poso.

Masa Operasi Tinombala yang akan berakhir 3 Januari 2017 nanti, juga akan diperpanjang pada 4 Januari 2017 hingga tiga bulan ke depan, dengan kekuatan personel sama. “Operasi Tinombala ini akan  berakhir hingga sembilan DPO itu tertangkap."