Warga Susah Cari Kerja, Tiba-tiba Diserobot Pekerja Asing

Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf
Sumber :
  • M Nadlir

VIVA.co.id – Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf, meminta pemerintah segera mengkaji kembali Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 35 Tahun 2015. Regulasi itu adalah perubahan atas Permenaker Nomor 16 Tahun 2015, tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

"Jadi kita (DPR) sebenarnya tidak ada masalah dengan investasi (masuknya tenaga kerja asing). Mau investasi sebanyak apapun tidak masalah, asal Permenaker 16/2015 dikembalikan jadi Permenaker 35/2015 lagi," ujar Dede Yusuf dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 24 Desember 2016.
 
Menurut Dede, dalam Permenaker 16/2015 diatur bahwa Tenaga Kerja Asing (TKA) harus bisa merekrut tenaga kerja lokal, berbeda dengan Permenaker 35/2015 yang tidak demikian.
 
"Jadi dikembalikan ke Permenaker 16/2015. Satu pekerja asing harus bisa juga merekrut tenaga kerja lokal, artinya berimbang. Kalau ada 27 ribu TKA berarti 270 ribu peluang kerja tenaga kerja lokal. Harusnya demikian," kata Dede. 
 
Selain itu, dalam Permenaker 16/2015 juga diatur bahwa setiap TKA harus mampu berbahasa Indonesia. Tujuannya tak lain adalah agar transfer of technology (TOT) bisa terjadi. Karena dalam sidak yang dilakukan di pabrik-pabrik, TKA yang kebayakan berasal dari China tidak mampu berbahasa Indonesia.
 
"Ketika Permenaker 16/2015 dicabut, yang kami khawatirkan pun terjadi. Pas sidak ke pabrik-pabrik, itu semua pegawainya China, tidak ada yang bisa bahasa Indonesia. Kalau tidak bisa berbahasa Indonesia, bagaimana TOT terjadi," kata dia. 
 
Karena itu, mantan Wakil Gubernur Jawa Barat tersebut mendesak agar pemerintah segera mengembalikan regulasi TKA yang ada ke aturan sebelumnya. Agar pemerataan dan peluang kerja bagi masyarakat lokal juga terbuka lebar.
 
"Kalau menurut kami (DPR), Permenaker 16/2015 dikembalikan. Kondisi yang sudah kondusif, nyaman dikembalikan. Inilah filternya, jadi mau masuk 100 ribu TKA pun, tapi terbuka 1 juta lapangan pekerjaan. Itu kan sebagaimana komitmen pemerintah," kata Dede. 
 
Ia bisa memahami keresahan masyarakat yang haknya diserobot warga negara asing di negara sendiri. Ini bukan hanya ditujukan bagi pekerja asal China, tapi juga dari Korea dan sejumlah negara lain.
 
"Masalah TKA yang meresahkan saat ini bukan soal masuknya dari China, Korea dan lainnya. Masalahnya ketika pengangguran di negara masih tinggi, orang susah cari pekerjaan, tiba-tiba mereka melihat, haknya diambil orang asing. Itu yang jadi problem masyarakat," katanya. (ase)