Jaksa Tertangkap Pungli, Kejati Jawa Timur kini Superketat

Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di di Jalan A Yani, Surabaya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA.co.id – Rabu, 23 November 2016. Itu mungkin hari paling buruk yang harus diterima internal Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sejak dipimpin Maruli Hutagalung setahun lalu. Seorang jaksa pidana khusus, Ahmad Fauzi, tertangkap petugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Kejaksaan karena diduga menerima dugaan suap penanganan kasus korupsi.

Sejak itu, Kejati Jatim yang biasanya terbuka jadi tertutup. Akses untuk masuk ke halaman kantor Kejaksaan yang berada di Jalan A Yani Surabaya, Jawa Timur, itu pun dipersulit. Petugas keamanan yang sudah mengenal satu per satu wajah wartawan biasa meliput di Kejaksaan pasrah. Mereka tak bisa membiarkan jurnalis masuk dengan alasan perintah atasan.

VIVA.co.id beberapa kali mengalami kesan ketatnya kantor Kejati Jatim pasca tertangkapnya jaksa Ahmad Fauzi. Awal kabar suap itu tersiar pada Kamis, 24 November 2016, petugas pengamanan dalam Kejaksaan melarang wartawan masuk lobi. Itu tak seperti biasanya. Pencari berita memaklumi itu.

Suasana ketat itu masih terasa pada Jumat, 16 Desember 2016. Sampai di pos penjagaan pintu gerbang, petugas keamanan langsung mencegat. "Belum ada perintah dari atasan (boleh masuk)," kata seorang petugas kepada VIVA.co.id. Coba masuk lagi satu jam kemudian hanya diperbolehkan menunggu di pos.

Rupanya, Kajati Maruli tidak hanya ketat bagi orang luar. Hal sama diberlakukan kepada jaksa dan pegawai Kejaksaan. Semua anak buahnya diminta menulis keperluannya di kertas yang sudah disediakan jika ingin keluar dari kantor Kejati Jatim. "Ini Pak Pemeriksa, saya mau menemui suami," kata seorang jaksa wanita di pos pintu gerbang.

Tak satu pun petugas keamanan maupun jaksa mau menjelaskan alasan Kajati Maruli tiba-tiba mengeluarkan kebijakan superketat. Bahkan, petugas keamanan mengaku bingung dengan kebijakan itu karena di luar kebiasaan dan mendadak. Mereka mengaku hanya menjalankan perintah atasan. "Saya juga bingung," ujar seorang petugas keamanan.

Sedikit penjelasan diperoleh dari selembar surat yang tertempel di kaca pos penjagaan. Surat itu berisi soal ketentuan Kejaksaan Agung tentang Desember sebagai bulan disiplin. Ditandatangani Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung, Widyo Pramono, pada 30 Novemver 2016, surat itu ditujukan hanya untuk jaksa dan pegawai Kejaksaan. Orang luar tidak.

Salah satu poin di surat itu ialah kewajiban jaksa atau pegawai harus mendapatkan izin tertulis dari Asisten Pembinaan/Kepala Sub Bagian Pembinaan, jika ingin keluar saat jam kantor, baik untuk keperluan dinas maupun pribadi. Jaksa atau pegawai yang melanggar akan dicatat dan terancam sanksi.

Apakah karena surat 'Desember Bulan Disiplin' itu Kajati Maruli mendadak membelakukan kebijakan superketat, termasuk bagi pihak luar Kejaksaan? Ataukah ada alasan lain? Dua pekan lebih tidak ada penjelasan dari pihak Kejati Jatim soal itu. Jaksa maupun pegawai ditemui memilih bungkam.

Kajati Maruli baru merespons permintaan tanggapan dari VIVA.co.id beberapa jam setelah dikirimi pesan. Dia mengakui mengeluarkan kebijakan sterilisasi pencari berita atau informasi di kantor Kejati Jatim. Dia juga memperketat gerak anak buahnya ke luar kantor. Dia khawatir pernyataannya dipelintir usai insiden penangkapan jaksa Fauzi oleh Saber Pungli.

Maruli mengaku tak bermaksud menutup akses informasi untuk masyarakat, termasuk wartawan. Dia hanya tidak ingin pekerjaannya terganggu karena berita. "Bagi saya sekarang, diam adalah emas," katanya melalui sambungan telepon.