Terisak, Dahlan Iskan Sebut Kasusnya Coreng Revolusi Mental

Dahlan Iskan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA.co.id – Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan, menolak seluruh isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum saat membacakan nota keberatan atau eksepsi pada sidang kasus dugaan korupsi aset PT PWU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 13 Desember 2016. 

Di hadapan majelis hakim, Dahlan menyampaikan eksepsi secara pribadi selaku terdakwa. Eksepsi mantan Direktur Utama PT PLN itu diberi judul "Kebingungan di Revolusi Mental". 

Eksepsi Dahlan menyinggung revolusi mental dalam penegakan hukum. Dia sempat mengusap air mata saat membaca eksepsi yang tersimpan di telepon genggamnya. 

Melalui eksepsi ini, Dahlan mengkritik tindakan Kejaksaan yang kerap tebang pilih perkara. Dia menuding banyak kasus korupsi yang pada akhirnya tak jadi diusut, padahal prosesnya sudah berjalan. Sebaliknya, beberapa kasus justru diperkarakan, tapi ada kesan kasus itu dipaksakan. Hal ini membuat bingung masyarakat dalam melihat proses peradilan.

"Masyarakat yang modal utamanya adalah hati nurani, dan akal sehat dibuat bingung karena sering disuguhi oleh ulah Kejaksaaan yang seperti itu. Yakni bagaimana mengobyekkan korupsi demi kerakusan politik, kerakusan jabatan maupun kerakusan harta," ujar Dahlan saat membacakan eksepsi, Selasa, 13 Desember 2016.

Dahlan mengatakan, Kejaksaan telah menghancurkan semangat antikorupsi di kalangan masyarakat, dan bisa menjadi apatis. Bahkan, bisa timbul kepercayaan di masyarakat bahwa orang yang diperkarakan Kejaksaan belum tentu memiliki perkara pidana, tapi hanya karena kurang beruntung nasibnya.

"Lagi salah mongso atau lagi dimangsa. Atau hanya karena tidak mau menyogok. Atau bahkan karena tidak mampu menyogok," kata Dahlan.

Dia prihatin jika praktik ini terus bergulir, karena setelah hampir 20 tahun reformasi, Indonesia dinilai belum memiliki kemajuan mengenai reformasi hukum.

Terkait kasus yang sedang membelitnya, Dahlan pun menceritakan awal mulanya dipercaya untuk membenahi perusahaan daerah di Jawa Timur. 

Semua bermula saat dia diminta Gubernur Jawa Timur kala itu, untuk membenahi perusahaan. "Gubernur mengatakan Perusda harus diubah secara drastis. Aset-asetnya hanya banyak yang jadi beban perusahaan. Harus dikonsolidasikan. Perusahaan daerah harus dikelola seperti perusahaan swasta. Baru bisa maju."

Sebelum dia pegang, gubernur dan DPRD sepakat untuk mengubah perusahaan itu menjadi perseroan terbatas. Alasannya untuk mempermudah birokrasi. "Itu bukan mau saya, cetho welo-welo (sudah jelas)," ucapnya.

Kemudian, sekitar 2001, Rapat Umum Pemegang Saham PT PWU memutuskan untuk melepas aset yang diperkarakan. Meski begitu, untuk memastikan, pada Maret 2002 Dahlan menyurati DPRD dan menanyakan perlu tidaknya persetujuan dewan untuk melepas aset atas perintah RUPS tersebut.

Sekitar enam bulan kemudian DPRD membalas surat Dahlan, dan meminta dia untuk mengikuti aturan. "Saya diminta berpegang pada undang-undang perseroan terbatas, berarti tidak perlu persetujuan DPRD."

Sebab, perusahaan itu telah beralih dan bukan lagi menjadi aset daerah.

Saat itu, kondisi keuangan PT PWU masih kesulitan. Tak ada tambahan modal dari pemerintah daerah, dan bank tak mau lagi memberikan kredit karena perusahaan masih punya banyak kredit macet. "Selama menjabat Dirut PT PWU saya tidak mau digaji yang Mulia. Saya juga tidak mau diberi fasilitas apa pun. Perjalanan dinas pun saya biayai sendiri. Termasuk perjalanan dinas luar negeri," ujarnya bercerita.

Akhirnya, demi mendapatkan tambahan modal usaha, Dahlan menjaminkan harta pribadinya untuk kepentingan pembangunan pabrik steel conveyor belt. Termasuk mendirikan Jatim Expo di Surabaya, Jawa Timur.

Pada akhir eksepsi, Dahlan meminta majelis hakim menghentikan kebingungan masyarakat, dengan menghentikan perkaranya, termasuk perkara lain yang serupa, ke pengadilan. "Kita bantu bapak presiden untuk revolusi mentalnya," ujarnya.

Setelah Dahlan membacakan eksepsi, hakim lantas mempersilakan tim penasihat hukumnya menyampaikan eksepsi. Mula-mula Yusril Ihza Mahendra membuka pembacaan eksepsi dari kuasa hukum, lalu dilanjutkan secara bergiliran oleh anggota tim lainnya. 

Sebelumnya Dahlan didakwa melakukan korupsi pada penjualan aset PT PWU. Penjualan dilakukan pada tahun 2003 semasa Dahlan jadi direktur utama. Oleh jaksa, Dahlan didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Udang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(mus)