Cerita Rumah Tua yang Kokoh Berdiri di Tengah Gempa Aceh

Rumah Aceh.
Sumber :

VIVA.co.id – Gempa 6,5 skala richter yang mengguncang Kabupaten Pidie, Aceh, Rabu pekan lalu, meruntuhkan belasan ribu bangunan di tiga kabupaten.

Memang, banyak juga bangunan bertembok yang luput dari kerusakan parah akibat guncangan. Tapi, yang paling menarik adalah, cerita tentang kokohnya Rumoh Aceh. 

Rumah tradisional masyarakat Aceh itu masih berdiri dengan gagah tanpa ada kerusakan apa pun. Padahal, rumah itu hanya terbuat dari kayu berukiran.

Bahkan, saking kokohnya, pemilik Rumoh Aceh hanya menguatkan ikatan tali antarsusunan papan penyekat rumah 

"Harus saya ikat kuat-kuat, kalau tidak saya ikat mungkin ini bisa jatuh kalau ada gempa (susulan),” ujar Ummi Kalsum, pemilik Rumoh Aceh, di Desa Meunasah Mee, Kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya, Minggu, 11 Desember 2016.

Perempuan berusai 65 tahun ini mengatakan, dirinya tidak ingat betul kapan rumah panggung itu dibuat. Namun, katanya rumah itu sudah dihuni oleh keluarganya sejak masa-masa gerakan PKI terjadi pada tahun 1965.

Dari pantauan VIVA.co.id, ada bagian tangga Rumah Aceh tersebut terdapat gambar bulan dan bintang, pada sisi kirinya terdapat tulisan tahun 1982. Tahun tersebut menandakan tahun pembuatan tangga rumah tersebut.

"Nyan thoen ipeugoet reunyeun, meunyoe rumah hana loen tujan pajan, wate zameun ipoh poh PKI kana rumoehnyoe (itu tahun dibuat tangganya, kalau rumah saya tidak tahu kapan, saat zaman PKI sudah ada rumah ini)," ujar Ummi Kalsum menggunakan bahasa Aceh.

Menurut Ummi, sejak dulu, rumah tersebut tidak pernah direhab. Terlebih suaminya saat itu sedang dalam keadaan sakit dan tidak memiliki uang untuk merehab rumah. Saat ini, ia tinggal bersama seorang cucunya di rumah itu.

Ummi Kalsum sangat bersyukur, rumah yang ditempatinya tidak roboh saat gempa Rabu lalu. Sementara itu, sejumlah rumah lain milik tetangganya yang terbuat dari material beton justru rusak dan roboh.

Meski begitu, saat ini ia ikut tinggal di pengungsian bersama warga lainnya. Ia takut kalau rumahnya runtuh akibat gempa susulan yang kerap terjadi di wilayah tersebut. "Malam kami tidur di posko pengungsian, kalau siang pulang sebentar," katanya.

(mus)