Pemerintah Minta Peserta Pilkada Patuhi UU ITE

Ilustrasi media sosial
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Hasil revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah disahkan menjadi undang-undang pada 27 Oktober 2016 lalu. Kementerian Komunikasi dan Informatika meminta masyarakat mematuhi aturan itu, khususnya pada masa kampanye Pilkada ini.

Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Noor Iza, mengatakan aturan ini tak memerlukan payung hukum turunan agar membuat implementasinya lebih efektif. 

"Undang-Undang ITE dan revisinya akan berlaku dan langsung efektif. Tidak perlu diturunkan dulu menjadi PP (Peraturan Pemerintah) atau Permen (Peraturan Pemerintah) untuk dapat dinyatakan sah diberlakukan," kata Noor dalam dialog interaktif di Rumah Makan Gado-Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 3 Desember 2016.

Menurutnya yang diperlukan adalah aturan mengenai persoalan teknis, seperti prosedur standar operasional.

"Kami menghimbau seluruh masyarakat dan khususnya tim cagub (calon gubernur) ketika menggunakan media sosial dapat positif saja. Revisi ITE ada sisi kontrol teknologi. Pemerintah harus memiliki kemampuan dalam teknologi ini," ujarnya. 

Pada kesempatan ini, Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Muhamad Jufri, mengatakan agar bersih dari kampanye hitam, pihaknya menggandeng sejumlah perguruan tinggi dan kecamatan DKI Jakarta. 

"Kami telah melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan kecamatan yang ada untuk bersama-sama mengawal mengawasi dan memantau juga. Kami dari awal memikirkan bagaimana melakukan pencegahan. Kami mensosiaslisasikan kepada stakeholder untuk melakukan kampanye yang baik," ucapnya. 

Berikut Hasil Revisi Undang-Undang ITE:

Perubahan pertama, adanya penambahan pasal hak untuk dilupakan atau "the right to be forgotten". Hak tersebut ditambahkan pada Pasal 26. 

Intinya, pasal ini mengizinkan seseorang untuk mengajukan penghapusan berita terkait dirinya, menyangkut peristiwa di masa lalu yang sudah selesai, tetapi diangkat kembali.

Perubahan kedua, adanya penambahan ayat baru pada Pasal 40. Pada ayat ini, pemerintah berhak menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi melanggar undang-undang. 

Informasi yang dimaksud terkait pornografi, SARA, terorisme, pencemaran nama baik, dan lainnya. Jika ada situs berita resmi yang dianggap melanggar undang-undang tersebut, penyelesaiannya akan mengikuti mekanisme di Dewan Pers. 

Apabila situs yang menyediakan informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar sebagai perusahaan media, pemerintah bisa langsung memblokirnya. 

Perubahan ketiga, menyangkut tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di pengadilan.

Undang-Undang ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan atau intersepsi tanpa seizin pengadilan tidak sah sebagai bukti.

Perubahan keempat, menyangkut pemotongan masa hukuman dan denda. Ancaman hukuman penjara diturunkan dari paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun. 

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 21 KUHAP, tersangka selama masa penyidikan tak boleh ditahan karena ancaman hukuman penjaranya di bawah lima tahun.

Hukuman denda juga diturunkan. Dari awalnya maksimal Rp1 miliar, menjadi Rp750 juta. Kemudian menurunkan ancama pidana kekerasan pada Pasal 29, yang sebelumnya maksimal 12 tahun, diubah menjadi 4 tahun dan dendanya menurun dari Rp2 miliar menjadi Rp750 juta.