Bangunan Kantor Polair Polda DIY Roboh Diterjang Banjir

Bangunan kantin dan kantor Polair Polda DIY roboh diterjang banjir.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Daru Waskita

VIVA.co.id – Hujan lebat yang mengguyur seluruh wilayah Bantul sejak Kamis malam, 1 Desember 2016 hingga Jumat pagi, 1 Desember 2016 tak hanya menyebabkan puluhan rumah Di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta terendam banjir, namun juga menyebabkan bangunan kantin dan sebuah kantor di Polair Polda DIY roboh diterjang banjir.

Bangunan kantin dan sebuah bangunan kantor yang terletak di bantaran Sungai Opak hancur akibat tanah mengalami abrasi diterjang derasnya aliran sungai yang bermuara di laut Selatan Yogyakarta tersebut.

"Pada hari Kamis, 1 Desember 2016 baru bangunan kantin yang jebol akibat talutnya ambrol. Namun, hari ini bangunan kantin sudah ambrol semua, bahkan sebuah bangunan kantor juga ambrol separonya," kata Dardi Nugroho, warga Pantai Depok, Bantul, Yogyakarta.

Bangunan kantin dan beberapa kantor di Polair itu berada pada daerah belokan air sungai sehingga rawan terjadinya longsor akibat terjangan arus deras dari utara menuju selatan di Sungai Opak. "Pada tahun 2006 sebenarnya jarak bangunan dengan bantaran sungai lebih dari 50 meter, namun karena terjangan abrasi, aliran sungai semakin mendekat," ucapnya menjelaskan.

Pelaksana Harian Kepala BPBD Bantul, Dwi Daryanto mengatakan, dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul, ada 17 titik longsor. Seluruhnya tersebar di enam kecamatan yakni, Imogiri, Pleret, Dlingo, Pundong, dan Piyungan. "Ini karena titik jenuh tanah setelah diguyur hujan selama beberapa hari," ujar Dwi.

Kendati tidak memakan korban jiwa, sebagian besar longsor ini menyebabkan kerusakan. Di Dusun Depok, Wonolelo, Pleret, misalnya, material longsor menimpa rumah Ngadiran (65). Saking banyaknya material, longsor ini menyebabkan tembok bangunan rumah sepanjang 12 meter jebol.

Material longsor juga menimbun beberapa ruang rumah, seperti kamar tidur, ruang tamu, dan dapur. Begitu pula dengan longsor yang terjadi di Dusun Ngrancah, Sriharjo, Imogiri. Untungnya, material longsor hanya menimpa dinding bangunan bagian belakang rumah milik Eko. "Titik-titik longsor sudah dievakuasi BPBD bersama Forum Penanggulangan Risiko Bencana dan warga," ucapnya.

Menurut Dwi, jumlah titik longsor yang terjadi dua hari terakhir ini paling banyak sepanjang musim penghujan. Padahal, puncak musim penghujan diprediksi masih berlangsung hingga bulan Januari. Itu sebabnya, Dwi mengimbau masyarakat bersikap bijak dengan memerhatikan kondisi curah hujan dan lingkungan sekitarnya. "Dan baiknya mengungsi andai memang membahayakan," katanya menambahkan.

Atas dasar itu pula, BPBD bakal memetakan kembali titik-titik lokasi rawan longsor. Pemetaan ini sebagai dasar kebijakan relokasi.

Dwi berpendapat, relokasi sebagai upaya terakhir. Mengingat, memutuskan kebijakan relokasi bukan perkara mudah. Diperlukan kesediaan warga dan ketersediaan lahan calon tempat relokasi. "Setiap tahun kami memang menganggarkan relokasi lima kepala keluarga (KK). Setiap KK diberikan stimulan Rp17,5 juta," ujarnya.

Terkait banjir, Dwi mencatat baru ada dua titik, yakni di Dusun Numpukan, Karangtengah, Imogiri, dan di wilayah Desa Sumbermulyo, Imogiri. Banjir di dua titik ini akibat jebolnya tanggul dan meluapnya saluran air sekunder.

Kendati begitu, Dwi memprediksi titik-titik banjir ini bakal bertambah. Sebab, hampir seluruh wilayah di pesisir selatan berada di titik rendah. "Letak Kretek, Sanden, Bambanglipuro, dan Srandakan berada di dataran rendah."

(mus)