Prabowo Minta Beking Aksi Makar Ditangani
- VIVA.co.id/ Reza Fajri.
VIVA.co.id – Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto meminta, semua pihak termasuk aparat negara, agar bertindak secara hati-hati terkait isu makar. Penanganan terhadap sepuluh tokoh yang tergabung dalam Gerakan Selamatkan NKRI harus dilakukan secara adil.
"Selalu saya menganjurken, bahwa kita bertindak selalu dengan hati-hati, dan dengan seadil-adilnya," kata Prabowo di kantor DPP Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat, 2 Desember 2016.
Prabowo menganjurkan agar hukum ditegakkan seadil-adilnya. Prabowo meminta, semua pihak diperlakukan secara sama oleh hukum, tanpa melihat latar belakangnya. "Jangan hanya orang-orang tertentu yang cepat disalahkan. Tapi ada pihak yang mungkin yang punya uang dan beking yang banyak, tidak diperlakukan dengan sama," ujar Prabowo.
Dia juga menyindir para elite bangsa Indonesia yang sering tidak punya empati kepada rakyat bawah. Prabowo menyindir sering adanya rekayasa atau kebohongan yang membuat masyarakat menjadi sulit untuk percaya dengan pemerintah lagi. "Kita juga punya sifat sering rekayasa, sering menipu, sering bohong. Dengan seperti itu, akhirnya ada tercapai keadaan tidak percaya dari masyarakat," katanya menambahkan.
Ketika ditanyakan bagaimana rekayasa-rekayasa atau kebohongan yang selama ini terjadi, Prabowo tidak menjelaskannya.
"Saya kira kamu tahu ya," katanya.
Dari sepuluh orang yang ditangkap, delapan orang dikenakan Pasal 107 juncto Pasal 110 Juncto pasal 87 tentang Adanya Permufakatan Jahat untuk Makar. Mereka adalah Ahmad Dhani, Eko Suryo Sanjoyo, Brigjen (Purn) TNI Adityawarman Thaha, Mayjen (Purn) TNI Kivlan Zein, Firza Huzein, Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, dan Sri Bintang Pamungkas Sementara dua lainnya, Jamran dan Rizal Kobar dituduh melakukan pelanggaran Pasal 28 UU ITE.
Seperti dalam jumpa pers yang digelar di Hotel Sari Pan Pacific, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Desember 2016, Rachmawati akan ke MPR untuk memberikan resolusi atau maklumat pada MPR segera melakukan Sidang Istimewa untuk mengembalikan UUD ke UUD 1945 yang asli.
Ia pun memastikan tidak akan mengikuti aksi doa dan salat Jumat berjamaah di kawasan Monumen Nasional (Monas). Meski begitu, dia tetap mendukung aksi mengawal kasus penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama itu. "Saya enggak datang ke Monas. Tapi saya dukung aksi tersebut," katanya.
Menurutnya, saat ini UUD 1945 hasil amandemen melahirkan sistem politik dan ekonomi yang liberal. Hal ini justru akan mempersulit Presiden Jokowi menjadikan bangsa mandiri layaknya Trisakti, seperti yang telah digagas Soekarno.
"Komitmen Jokowi untuk menciptakan Indonesia yang berdaulat dan bebas dari ketergantungan asing tidak akan pernah terwujud. Sulit dilakukan jika kita masih terjebak dengan payung konstitusi bangsa saat ini yaitu UUD 1945 hasil amandemen," katanya.
Ia juga mempersilakan masyarakat yang ingin bergabung pada aksi tersebut. Namun, ia menyebut ada 10 hingga 20 ribu orang yang akan mengikuti dirinya ke MPR. "Selesainya aksi di Monas dan berjalan ke MPR di bawah komando saya, Rachmawati, untuk mengembalikan UUD ‘45 dan otomatis itu menegakkan proses hukum Ahok," katanya.
Ia pun mengaku sudah mengontak pimpinan MPR atas niatnya tersebut. Namun belum mendapatkan jawaban. Meski begitu, dia tetap akan datang untuk menyampaikan perlunya UUD 1945 kembali ke awal. “Saya minta pimpinan MPR memberikan respons. Mestinya rumah wakil rakyat memiliki respons yang tinggi. Kami akan melakukan aksi di luar gedung dan meminta pimpinan MPR keluar," kata Rachmawati.
Tak hanya Rachmawati, musisi Ahmad Dhani dan Lily Wahid akan ikut dalam aksi bersama Gerakan Selamatkan NKRI di depan gedung MPR. "Saya ikut Bu Rachma dan Bu Lili, kemungkinan saya enggak ke Monas, terserah mereka mau kemana saya ikut. Saya menjaga ikon-ikon wanita Indonesia ini," kata Dhani.
(mus)