Pemotongan Daging Anjing di Yogya Masih Memprihatinkan

Anjing-anjing sebelum dipotong untuk dikonsumsi sebagai makanan sate atau tongseng di Yogyakarta pada Selasa, 29 November 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Daru Waskita

VIVA.co.id – Organisasi pemerhati satwa, Animal Friends Jogja (AFJ), mengungkapkan konsumsi daging anjing di wilayah Yogyakarta beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, namun belum signifikan.

"Dari pendataan kita, ada dua penjual daging anjing yang lebih dikenal dengan tongseng jamu atau sate jamu yang sudah tutup dan membuka usaha baru yang lain," kata Dessy Zahara Angelina Pane, Program Manager AFJ, kepada VIVA.co.id pada Selasa, 29 November 2016.

Menurut Ina (panggilan akrabnya), dalam sehari satu pemasok anjing hidup untuk konsumsi mampu mendatangkan 300 ekor anjing dari Jawa Barat. Belum ditambah pemasok anjing dari Jawa Tengah, yang dalam seminggu bisa mengantar tiga truk dengan masing-masing truk sebanyak 400 anjing.

"Itu baru untuk wilayah Yogyakarta dan sekitarnya saja, belum wilayah di luar Yogyakarta," kata Ina.

Padahal, katanya, anjing-anjing yang dikonsumsi dagingnya, terutama berawal dari Jawa Barat, belum tentu bebas penyakit rabies. "Memang belum ada temuan anjing berpenyakit rabies yang menyerang warga di Yogya karena data itu sengaja disembunyikan dengan berbagai pertimbangan," ujarnya.

Balai Besar Veteriner, menurut Ina, sangat mendukung langkah AFJ yang mengampanyekan daging anjing bukan untuk dimakan, karena faktanya Indonesia belum bebas rabies. Bisa saja anjing-anjing itu didatangkan dari Bali yang belum tentu bebas rabies sehingga aman dikonsumsi warga Yogyakarta.

Di Yogyakarta, kata Ina, Pemerintah Daerah terkesan membiarkan pemotongan daging anjing untuk dikonsumsi. Alasannya, belum ada dasar hukum yang jelas. "Itu yang menjadi kendala kenapa pemotongan anjing, yang merupakan hewan peliharaan, masih marak di Yogyakarta," katanya.

Beragam Latar Belakang

Berdasarkan hasil investigasi, AFJ juga menemukan penjual daging anjing itu dari berbagai latar belakang. Bahkan ada seorang yang sudah beribadah haji juga berjualan daging anjing. Dilihat dari konsumennya dari berbagai profesi: kuli batu hingga anggota DPR, bahkan dari latar belakang agama, etnis, dan lain-lain.

"Jadi, sebenarnya tinggal niat baik dari pemerintah saja jika ingin menghentikan pemotongan anjing untuk dikonsumsi dagingnya. Tinggal buat perda atau pemerintah pusat buat undang-undanga," katanya.

Ina mengaku heran kenapa lalu lintas anjing sangat mudah masuk Yogyakarta, yang seharusnya disertai surat keterangan sehat terhadap anjing yang dibawa. Dia mencurigai ada oknum aparat keamanan yang melindungi peredaran anjing untuk dikonsumsi itu.

(ren)