Jabatan Strategis, Tersangka Pajak Diduga Tak 'Main' Sendiri
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif mencurigai Kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno tidak bermain sendiri di institusinya.
Karena itu, kata Laode, KPK terus menelusuri kasus suap penghapusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia ini dengan melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, di antaranya di kantor Handang di Direktorat Jenderal Pajak dan PT E.K Prima.
"Pertama, dia (Handang) itu salah satu yang memeriksa semua yang berhubungan dengan pajak, sehingga semua informasi dimiliki dia. Semua sedang kami teliti," kata Laode di J.W. Luwansa, Jakarta, Kamis, 24 November 2016.
Laode meyakini penangkapan Handang ini bisa menjadi pintu masuk KPK untuk memberantas mafia pajak yang diduga melibatkan para pejabat di Ditjen Pajak. Terlebih informasi yang didapat penyidik, praktik suap di lingkungan Ditjen Pajak telah beroperasi sejak lama dan berbentuk kelompok atau jaringan.
"Oleh karena itu, semua yang berhubungan dengan dia (Handang) dan dianggap oleh penyidik KPK relevan, baik kasus sendiri atau pengembangan kasus ini maka akan diperiksa," ujar dia.
Handang Soekarno yang menjabat Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak itu ditangkap KPK, setelah menerima suap dari Presdir E.K Prima Ekspor Indonesia, Rajesh Rajamohanan Nair Senin, 21 November 2016. Suap ditujukan untuk menghilangkan tagihan pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia.
Rajesh dan Handang sebelumnya membuat kesepakatan, agar tagihan PT E.K Prima Ekspor Indonesia senilai Rp78 miliar itu hilang. Sebagai imbalannya, Handang dijanjikan uang Rp6 miliar. KPK mengamankan barang bukti uang US$145.800, atau sekitar Rp1,9 miliar, yang diketahui sebagai pemberian tahap pertama.
Atas perbuatannya, Rajesh disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a, atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Sedangkan Handang sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a, atau Pasal 12 huruf, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi.