Prajurit TNI Misi Damai PBB Jadi Target Pemberontak Mali

Ratusan Prajurit Skuadron 31 Serbu tiba di Semarang, Jawa Tengah, usai bertugas sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB di Mali pada Rabu, 23 November 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id - Ratusan prajurit Skuadron 31 Serbu Semarang, Jawa Tengah, pulang ke Tanah Air setelah menyelesaikan misi perdamain di Mali, Afrika Barat. Mereka tiba di Semarang setelah menyelesaikan misi Perserikatan Bangsa-Bangsa selama 18 bulan.

Menurut Komandan Pusat Pendidikan Penerbangan TNI Angkatan Darat Semarang, Kolonel Cpn Suprapto, ada 140 prajurit Skadron 31 Serbu Semarang. Mereka berangkat tahun 2015 dan tergabung dalam Satuan Tugas Helikopter (Satgas Heli) kontingen Garuda XXXVII-A.

Selama 1,5 tahun, para prajurit itu ditugaskan menjaga wilayah saat memburuknya situasi keamanan di Mali sejak beberapa tahun terakhir. Negara di kawasan Gurun Sahara itu dihadapkan pada krisis yang mendalam di berbagai sektor.

"Kami sangat bangga dengan kemampuan para personel yang telah berjuang dan berhasil menjaga keamanan di Mali ini," katanya saat menyambut kepulangan prajurit di Markas Pusat Pendidikan Penerbangan TNI Angkatan Darat (Pusdikpenerbad) Semarang pada Rabu, 23 November 2016.

Dari seluruh pasukan misi perdamaian PBB, kata Suprapto, hanya 140 prajurit helikopter pasukannya yang dilibatkan. Usai menyelesaikan misi itu, kemampuan para prajurit diyakini meningkat drastis.

"Situasi geografis langit di sana berdebu. Maka harapan kami, prajurit bisa membantu pengamanan daerah lainnya di Indonesia," katanya.

Korps Penerbad Semarang, Mayor Yakti Raharjo, mengaku selama menjalani misi penjagaan di Mali, ia dan prajurit lain memang harus mengambil banyak risiko. Selain gangguan keamanan, mereka juga harus bertahan dalam cuaca ekstrem.

Kondisi geografis Mali yang berada di lingkar Gurun Sahara membuat kesannya cukup terjal. Apalagi anomali cuaca di negara berpenduduk 17 juta jiwa itu pun sangat cepat. Suhu udara di sana bisa turun drastis sampai 18 derajat saat malam dan meninggi saat siang.

"Cuaca berubah sangat cepat karena ada badai pasir. Ini misi paling rawan yang dilakukan pasukan perdamaian PBB. Apalagi kita jadi target para pemberontak," katanya.

Ia menyebut sejumlah tugas yang selama ini dijalankan, di antaranya, penjagaan transportasi bagi warga setempat selama 24 jam, pengamanan persediaan logistik hingga mendukung tugas operasi search and rescue dan combat rescue.

"Ini adalah satu kebanggaan bagi kami. Apalagi kita tahu bertahan di sana tidak mudah. Keberadaan kita di sana juga harus ekstra hati-hati," ujar Raharjo.