DPR Ingatkan soal Tak Ada Kompensasi bagi Korban Terorisme

Tim Gegana mengamankan benda diduga sisa bom di lokasi ledakan di depan Gereja Oikumene, Samarinda, Minggu, 13 November 2016. Foto: ANTARA FOTO/Amirulloh
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Amirulloh

VIVA.co.id - Aries Saputra, Wakil Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada DPR RI, bicara soal korban-korban aksi teroris yang selama ini tak mendapatkan kompensasi maupun pemulihan, termasuk bagi korban bom di Samarinda, Kalimantan Timur.

Selama ini, kata Aries, belum diatur dalam undang-undang soal kompensasi dan pemulihan bagi korban terorisme.

"Tak ada (nomenklatur kompensasi). Dari departemen sosial saja. Tidak ada dari departemen keuangan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ada. Hanya LPSK perlu pernyataan bahwa yang bersangkutan korban," kata Supiadin saat dihubungi VIVA.co.id pada Selasa, 15 November 2016.

Ia mencontohkan korban bom Bali dan Marriot tak mendapatkan pernyataan mereka sebagai korban. Mereka pun tak bisa mendapatkan kompensasi dari LPSK. Selama ini para korban meminta surat keterangan itu dari polisi tapi tak juga mendapatkannya.

"Akibatnya mereka sudah cacat seumur hidup, tidak mendapatkan santunan dari negara. Kan, kasihan," kata Supiadin.

Pernyataan Aries itu disampaikan menyusul pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene di Kelurahan Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur, pada Minggu, 13 November 2016. Empat anak menjadi korban. Satu di antaranya meninggal dunia, sedangkan yang lain kritis.

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, meminta korban aksi terorisme di Samarinda mendapatkan penanganan yang memadai dalam hal perawatan. Pemerintah harus memastikan hal itu melalui Dinas Kesehatan setempat.