Pande Besi, Bertahan Diantara Modernisasi dan Cangkul China

Mulyadi, pande besi di Kota Malang, tengah membuat clurit.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lucky Aditya (Malang)

VIVA.co.id – Sejumlah pande besi di Jalan Mayjen Sungkono, Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur, masih bertahan menjalani profesinya di tengah era modernisasi saat ini.

Satu di antara pande besi itu adalah Mulyadi. Pria ini membuka usaha pande besi turun temurun dari kakeknya, sejak 1913. "Sudah empat generasi yang mewariskan ini. Ya pesanan pacul selalu ada tapi saya hanya berani menerima dua pesanan pacul saja karena bahan bakunya susah. Pembuatanya pun tidak bisa sendirian itu kan ceper," kata Mulyadi saat ditemui, Jumat, 11 November 2016.

Saat ini, menurutnya, pembeli pacul lebih memilih beli di pasaran yang dibuat oleh pabrik besar. Adapun pembeli pacul yang paling banyak di pande besi miliknya didominasi oleh petani tradisional.

"Kalau di tempat saya ini paling banyak yang beli petani karena pacul tradisional lebih kuat berbahan besi dan baja. Kalau di pasaran memang banyak tapi tidak awet karena bahannya baja saja," ujar Mulyadi. 

Di tengah rencana kedatangan pacul impor dari China, ia berharap pemerintah menyediakan bahan baku yang mudah didapat. "Saat ini ditempat kami yang beli hanya petani, kalah sama pabrik apalagi nanti datang dari luar negeri. Kami hanya minta bahan baku yang mudah didapat dengan harga murah saja," ujar Mulyadi. 

Untuk mendapat bahan baku, ia mengaku beli di penjual besi dengan harga Rp10 ribu per kilogram. Sementara satu cangkul yang ia jual berkisar antara Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. 

Selain membuat cangkul, Mulyadi juga membuat arit, pisau dan celurit dengan harga berkisar Rp100 ribu hingga Rp125 ribu.

Sementara itu, Suprapto, salah satu penjual peralatan pertanian di Jalan Kyai Ageng Gribig, Kota Malang mengaku belum mengetahui kabar cangkul impor dari China. 

"Selama ini saya belinya dari Blitar dari sales, itu pun tidak pernah ditawari cangkul China. Ya kalau nanti ada kita lihat dulu kualitasnya lebih baik produk lokal atau China. Karena petani itu belinya yang awet dan tajam," kata Suprapto.