Begini Kondisi Rumah Radio Bung Tomo di Hari Pahlawan
- VIVA.co.id/Januar Adi Sagita
VIVA.co.id - Sebuah rumah di Jalan Mawar 10-12, Surabaya, menjadi saksi sejarah Pertempuran 10 November 1945 yang kelak ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
Rumah itu disebut rumah radio Bung Tomo karena Soetomo atau Bung Tomo menjadikan bangunan tersebut sebagai markas perlawanan terhadap penjajah. Pada medio 1940-an, dari bangunan itu mengudara siaran Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia.
Radio itu didirikan Bung Tomo, yang dikenang atas jasanya membakar gelora perjuangan warga Surabaya dalam Pertempuran 10 November 1945.
Namun rumah radio Bung Tomo itu telah tiada. Bangunan rumah yang berdiri di atas lahan seluas 2.000 meter persegi itu telah dibongkar oleh PT Jayanata, sebuah perusahaan klinik kesehatan dan kecantikan, pada 3 Mei 2016. PT Jayanata telah membeli lahan itu lalu membongkar bangunannya untuk dibangun lahan parkir.
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini alias Risma, sempat menemui Sulistina Sutomo, istri Bung Tomo, untuk membicarakan ihwal bangunan cagar budaya yang telah dibongkar itu. Risma sempat menjanjikan membangun lagi bekas markas radio Bung Tomo seperti sedia kala. Namun janji Wali Kota belum sempat diwujudkan sampai Sulistina wafat pada 31 Agustus 2016.
Ditutup seng
Saat peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2016, lokasi bekas markas radio Bung Tomo itu masih terbengkalai, sama seperti sesaat setelah bangunan cagar budaya itu dibongkar.
Berdasarkan pantauan VIVA.co.id, area bangunan ditutupi pagar seng berwarna hijau. Di luar pagar seng itu juga dibatasi garis polisi. Tak seorang pun di sekitar lokasi yang bersedia memberikan keterangan tentang nasib bangunan itu.
Bambang Sulistomo, putra Bung Tomo, mengaku kecewa karena Pemerintah Kota belum menepati janjinya untuk membangun lagi markas radio Bung Tomo. "Ini (bangunan itu) bukti perjuangan arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaan," Bambang mengingatkan saat dihubungi kepada VIVA.co.id melalui telepon selulernya pada Kamis, 10 November 2016.
Dia meminta pelaku yang merobohkan bangunan itu segera diproses hukum. Tindakan pembongkaran itu telah jelas melanggar Undang Undang tentang Cagar Budaya. "Jadi, tunggu apa lagi. Ya, harus segera dihukum," tegasnya.
Kendala izin
Risma memang mengaku bersedia membangun lagi bangunan bersejarah itu. Tapi dia berterus terang terkendala referensi yang dimiliki Pemerintah Kota. Soalnya referensi yang dipegang Pemerintah Kota adalah arsip Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada tahun 1975 dan 1996.
Masalahnya, kata Risma, jika menggunakan arsip tahun 1975, bentuk bangunan itu sudah banyak berubah. "Apalagi kalau kita menggunakan arsip yang tahun 1996," ujarnya beberapa waktu lalu.
Pemerintah Kota tengah berusaha mengumpulkan bahan dari berbagai sumber, termasuk para ahli sejarah, komunitas pencinta sejarah, dan lain-lain. "Semoga saja kita bisa segera menemukan bentuk aslinya, sehingga masalahnya bisa segera selesai," kata Risma. (ase)