Jokowi Dikritik Belum Perhatikan Pelanggaran HAM di Papua

Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai (tengah).
Sumber :
  • Nuvola Gloria/ VIVA.co.id

VIVA.co.id – Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, mengecam aksi kekerasan terhadap tujuh warga Papua. Mereka menjadi korban penikaman, penembakan, penganiayaan, serta pembunuhan di Manokwari Rabu malam, 26 Oktober 2016. 

Dari tujuh korban tersebut, dua orang meninggal dunia. Lima korban luka parah. 

"Kami minta proses hukum terhadap pelaku harus dilaksanakan secara transparan dan objektif," ujar Natalius dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 27 Oktober 2016.

Kejadian itu terjadi akibat oknum petugas kepolisian mengeluarkan tembakan, yang mengakibatkan tewasnya salah satu masyarakat bernama Onesimus Rumayom 40 tahun. 

Melihat kondisi ini, warga emosi dan bergerombol berupaya membalas tindakan ini.

Namun, oknum tersebut justru menembaki warga lainnya, sehingga muncul beberapa korban yaitu atas nama Erik Inggabouw yang terkena luka tembak di leher, dan Tinus Urbinas terkena tembakan di tangan.

Hingga kini, jenazah korban penembakkan tersebut berada di rumah sakit Angkatan Laut Manokwari. Sementara beberapa masyarakat lain yang luka parah, kini dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut Fasharkan Manokwari.

Natalius pun menyinggung salah satu faktor utama pelanggaran HAM terus terjadi di Papua, karena sampai saat ini Presiden Joko Widodo tidak pernah menyinggung mengenai kondisi HAM di Papua.

"Jokowi merespons seluruh kasus-kasus pelanggaran HAM mulai dari pelanggaran HAM masa lalu, konflik agraria, hingga kebebasan berekspresi. Namun sangat disayangkan tidak satu kata pun tentang kondisi HAM di Papua," ujarnya.

Natalius menilai, hal ini menunjukkan Presiden seolah membiarkan pelanggaran HAM di Papua terus terjadi, dan bisa dikategorikan sebagai pembiaran atau by ommision.

"Apalagi selama 2 tahun kepemimpinan Jokowi, berbagai catatan kelam tentang HAM di Papua. Hari ini kita menyaksikan orang-orang tidak berdosa di Manokwari bercucuran darah di atas tanah leluhur mereka," tuturnya.

Rentetan Kekerasan

Kasus kekerasan ini bukan yang pertama. Beberapa waktu lalu sekitar 60 warga di Kabupaten Nduga, Papua, meninggal secara misterius. Selain itu, beberapa kekerasan negara yang juga menewaskan banyak orang, seperti kasus penembakan dan pembunuhan para aktivis di Kabupaten Yahukimo yang diduga dilakukan aparat Brimob pada 20 Maret 2015.

Selain itu, kasus penembakan di Kabupaten Dogiyai pada 25 Juni 2015, Kabupaten Tolikara pada 17 Juli 2015, lalu kasus penembakan di Kabupaten Timika pada 28 Agustus 2015 yang menewaskan dua orang dan enam lainnya luka-luka, termasuk 18 orang meninggal di Jayanti Timika.

"Kita juga menyaksikan dalam bulan April dan Mei, 2 orang Papua ditahan, demikian pula bulan Juli dan Agustus, lebih dari dua ribu orang ditangkap dan ditahan, Hampir setiap minggu orang-orang Papua meninggal karena kekerasan negara di Papua," ujarnya.

Natalius pun meminta Presiden yang memiliki kompetensi manajemen pertahanan dan keamanan untuk segera mengambil langkah konkret dengan melakukan perbaikan untuk menciptakan tanah Papua damai, dengan menggelar dialog perdamaian, desekuritisasi, dan melaksanakan pembangunan berbasis HAM.

(ren)