Ridwan Kamil Gelisah usai Pecat 9 Kepala Sekolah Pungli

Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil.
Sumber :
  • Bayu Januar

VIVA.co.id - Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil mengaku tak mudah mengambil keputusan sulit memecat sembilan kepala sekolah yang terlibat pungutan liar (pungli) dan menerima gratifikasi. Dia merasa gelisah dan tak nyaman, setelah memutuskan kebijakan itu, karena berkaitan nasib orang.

"Jangan dikira lempeng (tanpa berpikir panjang) dengan memberhentikan orang, batin saya enggak nyaman. Ini nasib orang," ujar Emil (panggilan akrabnya) kepada wartawan di Pendapa Kota Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu 22 Oktober 2016.

Dia berterus terang, betapa tidak mudah membuat keputusan itu. Namun, dia harus bersikap tegas dengan tidak menoleransi praktik pungli maupun penerimaan gratifikasi, terutama di lingkungan sekolah. Praktik kotor itu bakal terus lestari, jika tak ada tindakan tegas, atau menyepelekan aturan.

Bahkan, menurutnya, praktik pungli dan gratifikasi di lingkungan sekolah tercium, saat proses Penerimaan Peserta Didik Baru tahun 2015. Selain dari sekolah, masyarakat pun kerap menyepelekan ketentuan, bahkan nekat memanipulasi status ekonomi, demi memuluskan anaknya masuk SMA favorit.

Pola pikir aktif berperilaku jujur, katanya, masih kurang, bahkan kerap memandang sebelah mata aturan. "Sehebat apapun aturannya, namun menyiasati aturan. Problemnya di pola pikir KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), yang harus diberantas," ujarnya.

Wali Kota memberhentikan sembilan kepala sekolah negeri di Kota Bandung pada Kamis lalu, 20 Oktober 2016. Mereka yang diberhentikan, antara lain, Kepala Sekolah SDN Sabang, SDN Banjarsari, SDN Cijagra 1, SDN Cijagra 2, SMPN 2, SMPN 5, SMPN 13, SMPN 6, SMPN 7, dan SMPN 44.

Emil menyebut pemberhentian itu tidak tiba-tiba, melainkan setelah proses penyelidikan oleh Inspektorat sejak Agustus 2016. Selama masa itu pula, Pemerintah Kota sering menerima pengaduan dari masyarakat seputar penyimpangan, atau pelanggaran administrasi dan praktik pungli.

Sembilan kepala sekolah itu terjaring dalam tiga pelanggaran, yaitu menerima uang dari penjualan seragam buku anak sekolah, menerima gratifikasi mutasi siswa baru, dan penerimaan uang dari penyalahgunaan wewenang aset yang tak dilaporkan. (asp)