Warga Eks Timor Timur Laporkan Dugaan Pungli ke Polda Bali
- Antara/ Yudhi Mahatma
VIVA.co.id - Warga eks Timor Timur (Timor Leste sekarang) melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) oknum Komite Korban Politik Timor Timur (Kokpit) Provinsi Bali. Laporan itu disampaikan mantan Wali Kota Dili, Mateus Maia, yang langsung mendatangi Polda Bali. Namun Maia tak mengajak korban pungli yang dimaksudnya.
Maia mengaku berinisiatif mendatangi Polda Bali untuk melaporkan kasus yang menimpa warga eks Timor Timur yang memilih tetap menjadi warga negara Indonesia (WNI). Di Bali saja, katanya, ada 1.663 kepala keluarga (KK) eks Timor Timur yang tinggal menetap.
"Kalau per kepala keluarga itu dipungut dua juta rupiah, tinggal dikalikan saja berapa jumlahnya. Bisa mencapai tiga miliar lebih. Sementara jumlah warga eks Timor Timur di seluruh Indonesia ada 36 ribu orang yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia," katanya di Markas Polda Bali di Denpasar pada Senin, 17 Oktober 2016.
Salah satu alasan pungutan itu adalah untuk membiayai organisasi Kokpit. Maia menyesalkan hal tersebut. Menurutnya, meski untuk kepentingan organisasi, tak dibenarkan memotong anggaran yang menjadi hak masyarakat. Apalagi oknum Kokpit yang memungut uang itu adalah seorang PNS aktif yang bekerja di salah satu dinas di Kabupaten Badung.
Untuk mengamankan uang negara dari pungli sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2016, dia menyampaikan hal itu kepada aparat. "Kami berharap polisi melakukan penyelidikan, memeriksa rekening pihak-pihak terkait agar tindakan pungli bisa dicegah," ujarnya.
Ia menceritakan, kasus itu mencuat ketika setiap keluarga eks warga Timor Timur diminta pihak Kokpit membayar Rp2 juta agar dana bantuan sebesar Rp10 juta untuk setiap keluarga dapat dicairkan. Padahal, aturannya, nilai kompensasi Rp10 juta per keluarga eks warga Timor Timur di luar Nusa Tenggara Timur (NTT). Perpres itu juga dipertegas dengan Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2016.
"Sekarang, setiap keluarga diminta harus membayar dua juta rupiah dulu baru bisa cair. Kami menduga ini adalah pungutan liar karena di dalam Perpres itu tidak menyebutkan warga harus membayar dua juta," ujarnya curiga.
Dugaan pungli itu karena Kokpit tidak dapat menjelaskan tentang tujuan pemungutan Rp2 juta untuk setiap keluarga eks warga Timor Timur. Kokpit juga tidak mau memberikan kuitansi sebagai bukti dan tujuan pembayaran. Kokpit hanya memberikan tanda centang kepada nama-nama yang telah membayar Rp2 juta sebagai rekomendasi untuk proses pencairan di BNI Cabang Gajah Mada Denpasar selaku pemenang tender.
Seorang korban bernama Sarmino Duro berhasil dikonfirmasi wartawan melalui sambungan telepon. Sarmina tinggal di Desa Tegal Badeng Timur, Kota Negara, Kabupaten Jembrana. Dia mengaku sudah menyetor uang kepada pengurus Kokpit Cabang Negara.
Korban lain adalah MN dan JH. Mereka mengaku sudah membayar Rp2 juta kepada Kokpit. Namun sampai sekarang mereka belum menerima uang dari BNI. "Waktu itu, kami ke BNI tetapi disuruh harus ke Kokpit untuk minta pengantarnya. Di Kokpit, kami diminta harus bayar dua juta juta baru bisa bisa proses pencairan,” katanya.
(mus)