Fakta Mencengangkan Bencana Banjir Bandang Garut
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA.co.id – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat menyebut terdapat kejanggalan di lahan kawasan hulu sungai Cimanuk Kabupaten Garut. Temuan tersebut ditindaklanjuti pasca musibah banjir bandang pada Selasa, 20 September 2016 yang memporak-porandakan ratusan rumah di tujuh kecamatan.
Fakta mencengangkan itu di antaranya lahan hutan lindung berada dalam kondisi kritis. Selain itu, alih fungsi lahan yang seharusnya menjadi hutan lindung, diubah menjadi hutan produksi dengan banyaknya lahan yang digunakan sebagai perkebunan milik warga.
"Ada juga sembilan vila yang kita temukan di kawasan lahan wisata. Kita akan cari tahu bagaimana mekanisme perizinan pembangunan vila dan tempat wisata dekat hulu Sungai Cimanuk, kenapa bisa ada disana," kata Direskrimsus Polda Jawa Barat, Kombes Pol Kliment Dwikorjanto di Mapolda Jawa Barat, Sabtu 8 Oktober 2016.
Kliment mengatakan, dari data yang dimilikinya, pada 2005 terdapat beberapa kawasan hutan di kawasan hulu Sungai Cimanuk ditetapkan menjadi hutan lindung. Namun, saat ini kondisinya sudah berubah menjadi lahan perkebunan.
"Ada kejanggalan, kita akan minta keterangan dari RT dan RW soal perizinannya apakah sesuai atau tidak, pantas atau tidak," terangnya.
Kliment menegaskan penyidik Ditreskrimsus Polda Jabar memprioritaskan penyelidikan adanya pelanggaran hukum perusakan lingkungan kawasan hutan lindung di hulu Sungai Cimanuk, di antaranya dugaan pidana kehutanan, lingkungan hidup dan korupsi.
"Kita langsung turunkan tim untuk bekerja dan melakukan penyelidikan selama 10 hari (dua hari setelah banjir). Dari hasil anggota kami memang ditemukan beberapa dugaan pelanggaran setelah melalui rapat evaluasi," ungkapnya.
Sejauh ini, Polda Jabar telah memeriksa 11 orang saksi terkait kasus dugaan kerusakan lingkungan yang menyebabkan banjir bandang di Garut beberapa waktu lalu.
Sebelas pihak yang diperiksa Polda Jawa Barat hari ini terdiri dari pemilik obyek wisata, Dinas Kehutanan Garut, Badan Pertanahan Garut, BPBD Garut, Basarnas dan pihak Pemerintah Kabupaten Garut.
Dalam kasus ini, ada tiga Undang-Undang yang berpotensi dilanggar sehingga berdampak pada banjir bandang yang mengakibatkan puluhan korban jiwa dan belasan lainnya hilang. UU yang berpotensi dilanggar adalah UU tentang Kehutanan, UU Lingkungan Hidup dan UU Korupsi.