Kapolda Sulsel: Oknum Polisi Terlibat Pembakaran DPRD Gowa

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat, Inspektur Jenderal Polisi Anton Charliyan.
Sumber :
  • Syaefullah/Jakarta

VIVA.co.id – Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Anton Charlyan menyebut ada oknum polisi yang terlibat pada pengerusakan dan pembakaran gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gowa. Namun dia enggan membeberkan identitas oknum polisi tersebut.

"Yang punya rumah meeting place milik seorang anggota polisi yang sudah mau mengundurkan diri, sedang diperiksa. Kita tidak akan menutup-nutupi, siapa pun yang terlibat akan kita tindak dengan tegas, jika memang dia terlibat," kata Anton, Senin, 3 Oktober 2016.

Dia menjelaskan, peran oknum polisi itu adalah memfasilitasi massa demonstran sebelum melakukan aksi. Hari ini, Senin, 3 Oktober 2016, kata Anton, oknum tersebut menjalani pemeriksaan. Rumah oknum polisi itu juga didatangi oleh penyidik untuk pengembangan.

"Hari ini akan diperiksa suatu tempat yang menjadi meeting place sebelum aksi. Yang punya rumah meeting place itu seorang anggota polisi yang sudah mau mengundurkan diri, sedang diperiksa," ujarnya.

Dia menuturkan, dari keterangan beberapa pelaku, massa awalnya akan melakukan aksi demonstrasi di flyover (jalan layang) Makassar, dilanjutkan ke Gedung DPRD Sulsel. Namun dalam perjalanan, kata Anton, terduga dalang pembakaran gedung membelokkan massa menuju Gedung DPRD Gowa hingga akhirnya demonstrasi di depan DPRD Gowa itu berujung kericuhan hingga pembakaran.

"Awalnya mereka mau ke flyover, di tengah jalan dibelokkan, jadi tidak sesuai dengan hasil rapat mereka. Jadi ini juga akan kita dalami. Masih ada beberapa orang yang diduga terlibat," kata Anton.

Dia menyebut, sebanyak 10 terduga pelaku telah ditangkap oleh tim gabungan Polda Sulsel dan Polres Gowa hingga Senin, 3 Oktober 2016. "Sampai hari ini sudah 10 orang ditangkap dan ditahan, kecuali satu orang, yang anak-anak kita titipkan di panti asuhan. Kebanyakan pelaku anak-anak, yang dewasa hanya beberapa orang saja," ujarnya.

Sebelumnya, aksi unjuk rasa di DPRD Gowa terjadi Senin, 26 September 2016. Massa yang menamai diri Aliansi Masyarakat Peduli Kerajaan Gowa itu meminta agar benda pusaka kerajaan Gowa yang diambil alih oleh pemerintah daerah dikembalikan ke Balla Lompoa atau Istana Kerajaan Gowa. Mereka juga meminta agar Perda Lembaga Adat (Lad) Gowa dicabut.

Namun aksi massa berujung ricuh. Ratusan orang itu tiba-tiba langsung masuk menyerang, dan mengejar petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang berjaga di lokasi. Mereka juga mengejar pegawai dan merusak sejumlah fasilitas gedung.

Tak lama kemudian, suara ledakan terdengar dari dalam gedung, hingga gedung terbakar dari dalam. Pegawai dan legislator yang berada di dalam gedung berhamburan keluar. Bahkan beberapa di antaranya terjebak dan terpaksa dievakuasi lewat jendela.

Polemik antara pemerintah kabupaten dan keluarga ahli waris kerajaan Gowa beserta pendukungnya berawal dari disahkannya Perda Lembaga Adat Gowa. Perda itu menyebutkan Bupati Gowa menjalankan fungsi sebagai Sombaya (raja).

Sementara pihak ahli waris kerajaan Gowa menolak perda tersebut. Mereka menyebut Bupati Gowa tidak berhak menjadi raja karena bukan keturunan raja.