Kapolri Minta Seluruh Pengikut Dimas Kanjeng Lapor Polisi

Taat Pribadi, Pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo Jawa Timur. Lelaki ini mengaku dirinya bisa menggandakan uang dan kini menjadi tersangka penipuan dan pembunuhan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Istimewa

VIVA.co.id – Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengimbau kepada seluruh pengikut Dimas Kanjeng yang merasa pernah menjadi korban penipuan aksi penggandaan uang untuk melaporkan ke Polda Jawa Timur atau ke Bareskrim Mabes Polri.

"Kalau ada yang merasa menjadi korban lagi silakan datang melaporkan ke Bareskrim Polri atau kepada Polda Jatim," kata Tito Karnavian usai menghadiri upacara Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Sabtu, 1 Oktober 2016.

Ia menegaskan, setiap laporan yang masuk terkait dengan dugaan penipuan yang dilakukan oleh Pimpinan Padepokan Ki Kanjeng akan diproses oleh aparat penegak hukum.

"Nanti kita akan periksa. Teknisnya semua saya serahkan kepada Polda Jatim dan di-backup Bareskrim Mabes Polri," ujarnya.

Diinformasikan sebelumnya, saat ini Dimas Kanjeng disangka melakukan dua tindak pidana sekaligus. Yakni tersangka pembunuhan berencana terhadap dua orang pengikutnya, Abdul Gani dan Ismail Hidayat.

Terkait dengan sangkaan penipuan, Dimas Kanjeng sebelumnya dilaporkan oleh Prayitno, bekas anak buah Taat di Padepokan Dimas Kanjeng, pada September 2015 lalu. Pelapor harus menanggung tagihan total Rp800 juta dari orang-orang yang menyetorkan uang ke Dimas Kanjeng dengan iming-iming akan digandakan.

Dari laporan Prayitno, polisi menyita barang bukti berupa kuitansi setoran uang atasnama Ismal Hidayat (anak buah Dimas Kanjeng yang dibunuh), kantong merah berisi perhiasan emas palsu, dan Bolpoin Laduni tujuh bahasa.

Dalam perjalanannya, korban penipuan Dimas Kanjeng dengan modus penggandaan uang pun bertambah. Jumat sore kemarin, korban lain, Najmiah, juga melaporkan Dimas Kanjeng ke Polda Jatim. Laporan diwakili anaknya, Muhammad Najmur. Wanita asal Makassar, Sulawesi Selatan, yang sudah meninggal dunia lima bulan lalu itu mengaku menderita kerugian lebih Rp200 miliar.