Pakar: Petahana Harus Cuti

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat
Sumber :
  • VIVA.co.id/Danar Dono

VIVA.co.id – Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menilai ketentuan cuti bagi petahana atau incumbent harus dimaknai bersifat opsional atau pilihan. Jika cuti tersebut dimaknai sebagai kewajiban, maka akan berpotensi menimbulkan kerugian konstitusional.

Hal tersebut diungkapkan Refly dalam keterangannya sebagai ahli dalam permohonan uji materi Pasal 70 ayat (3) Undang Undang Nomor 10 tahun 2016, yang diajukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Jika merujuk pada pasal tersebut, maka dalam Pilkada DKI, Ahok harus cuti selama 3,5 bulan. Hal tersebut dinilai Refly akan memotong masa jabatan Ahok sebagai kepala daerah.

"Sama artinya akan memotong masa jabatan pemohon yang harusnya selama 5 tahun. Dalam konteks ini, ahli setuju bahwa telah terjadi kerugian baik moril maupun materiil terhadap pemohon, bahkan kerugian konstitusional," kata Refly dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, 26 September 2016.

Refly tidak menyetujui mengenai adanya pejabat sementara dari Kementerian Dalam Negeri untuk menggantikan gubernur ketika yang bersangkutan harus cuti. Hal tersebut lantaran pejabat tersebut bukan pihak yang dipilih langsung dan mendapat mandat dari rakyat.

Kendati tidak sepakat dengan ketentuan cuti dalam pasal yang diujikan, Refly berpendapat seorang petahana tetap harus mengambil cuti ketika melakukan kampanye. Karena jika tidak cuti, hak konstitusi pemilih dalam pilkada berpotensi dirugikan.

"Publik perlu mengetahui visi misi para pasangan calon, tidak terkecuali dari petahana. Seandainya cuti jadi hak yang konstitusional, maka akan melanggar hak pemilih mengetahui visi dan misi secara langsung," ungkap Refly.

Refly berpendapat bahwa cuti dapat dijalankan petahana pada saat kampanye saja. Misalnya ketika melakukan orasi, berkunjung ke konstituen dan debat kandidat yang merupakan hak pemilih untuk mengikuti dan menilai sebelum memutuskan untuk memilih yang akan memakan waktu beberapa hari.

"Tidak perlu cuti selama masa kampanye tiga setengah bulan," kata dia.

Refly lantas menyarankan norma terkait cuti dikembalikan pada ketentuan Pasal 70 ayat (3) Undang Undang Nomor 8 tahun 2015 yang berbunyi sebagai berikut:

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama dalam melaksanankan kampanye harus memenuhi ketentuan:

a. tidak menggunakan fasilitas terkait jabatannya;
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
c. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan kepala daerah.

"Jadi tidak ada kekosongan karena tugas-tugas Gubernur digantikan. Demikian. Semoga membantu Majelis Hakim MK memutuskan seadil-adilnya," ujar Refly.